Selasa 26 Nov 2024 12:06 WIB

Wapres Ancam Bunuh, Presiden Marcos Ingatkan Supremasi Hukum

Presiden Filipina Ferdinand Marcos tak akan biarkan politik kotor merusak negaranya.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr.
Foto: EPA-EFE/PRESIDENTIAL COMMUNICATIONS OFFICE
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan, ia tidak akan membiarkan politik kotor merusak Asia Tenggara dan negaranya yang merupakan reaksi pertamanya terhadap pernyataan dari wakil presidennya, Sara Duterte-Carpio. "Sebagai negara demokratis, kita harus menjunjung tinggi supremasi hukum," kata Marcos melalui video di Manila pada Senin (25/11/2024).

Pernyataan Bongbong Marcos tersebut muncul setelah Wapres Sara Duterte pada Sabtu (22/11/2024) mengeklaim, telah mengatur seseorang untuk membunuh presiden beserta istrinya, Liza Araneta-Marcos, dan Ketua DPR Martin Romualdez jika sesuatu terjadi padanya. Marcos menuturkan, kebenaran tidak bisa dibungkam dan drama politik saat ini bisa saja berakhir jika pihak-pihak terkait menjawab pertanyaan sah dari para legislator.

Baca Juga

Sebelumnya, Sara Duterte menuduh Romualdez, sepupu Marcos, menginginkan dia terbunuh. Sara mencurigai, Romualdez menganggap dirinya ancaman terbesar terhadap keinginan Romualdez untuk mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden 2028. "Kalau saya dibunuh, saya katakan, jangan berhenti sampai kalian membunuh mereka, dan dia kemudian bilang 'ya'," ucap Sara kepada seseorang yang dimintanya untuk membunuh.

Sang wapres menghadapi pengawasan yang semakin ketat di DPR, lembaga tempat Romualdez menghentikan dana khusus yang dialokasikan bagi kantornya. Upaya itu dilaporkan dipimpin oleh Romualdez, yang tampaknya ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2028.

Namun sambil menekankan peran penting Kongres sebagai "cabang independen" pemerintahan, Marcos mengatakan, tidak akan mengorbankan supremasi hukum yang seharusnya berlaku pada semua orang. Dia mengingatkan pejabat pemerintah tentang kewajiban mereka untuk melindungi negara dan konstitusi, dan menekankan bahwa pejabat terpilih tidak boleh menekan pencarian kebenaran.

Marcos dan Sara mencalonkan diri sebagai sekutu sebelum Pilpres 2022, yang memberikan pasangan tersebut masa jabatan enam tahun. Namun, aliansi tersebut telah terbalik dalam beberapa bulan terakhir. Sara kemudian mengundurkan diri dari kabinet Marcos, yang memberinya tanggung jawab pada bidang pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement