Sabtu 23 Nov 2024 21:47 WIB

Persoalan Mendasar Sulitnya Menyelesaikan Masalah Over Dimension Overload

Masalah Over Dimension Overload harus ditangani bersama.

Polisi menilang pengemudi kendaraan truk bermuatan lebih yang terjaring razia di Citeras, Lebak, Banten, Selasa (7/6/2022). Razia yang menyasar truk yang memiliki dimensi dan muatan berlebih (over dimension overload) dan truk pasir basah tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketertiban pengguna jalan sekaligus mengurangi resiko kecelakaan dalam berkendara.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Polisi menilang pengemudi kendaraan truk bermuatan lebih yang terjaring razia di Citeras, Lebak, Banten, Selasa (7/6/2022). Razia yang menyasar truk yang memiliki dimensi dan muatan berlebih (over dimension overload) dan truk pasir basah tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketertiban pengguna jalan sekaligus mengurangi resiko kecelakaan dalam berkendara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga kini, penyelesaian masalah Over Dimension Overload (ODOL) belum juga menemukan solusinya. Ada beberapa persoalan mendasar yang menjadi perhatian pemerintah sebelum menerapkan Zero ODOL. Apabila itu tidak dibenahi, maka persoalan ODOL diperkirakan akan terus terjadi.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono, mengatakan salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah adalah masalah status dan fungsi jalan yang masih karut-marut dan tidak jelas. Sementara, ketika mengangkut barang dari pabrik ke tempat tujuannya, truk-truk tersebut akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional). “Hal tersebut merupakan problem klasik yang masih belum diselesaikan hingga saat ini,” katanya.

Baca Juga

Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, menurutnya, truk-truk itu tidak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan. Apalagi, saat membongkar muatannya itu, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat untuk mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat. “Masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” tukas Agus.

Fakta-fakta tersebut yang menurut Agus akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar. “Jadi, karut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu tidak sesuai dengan penerapan status jalannya,” tukas Agus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement