Kamis 10 Oct 2024 23:19 WIB

Spanyol Tegas, Sebut Serangan Israel di Lebanon adalah Penjajahan

Spanyol mengajak masyarakat Internasional bertindak

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Orang-orang dengan menggunakan kendaraan terjebak kemacetan ketika hendak melarikan diri dari dari serangan usara Israel di jalan raya penghubung kota Beirut, di selatan kota pelabuhan Sidon, Lebanon, Selasa (24/9/2024).
Foto: AP Photo/Mohammed Zaatari
Orang-orang dengan menggunakan kendaraan terjebak kemacetan ketika hendak melarikan diri dari dari serangan usara Israel di jalan raya penghubung kota Beirut, di selatan kota pelabuhan Sidon, Lebanon, Selasa (24/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID – Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez menggambarkan serangan militer Israel di Lebanon sebagai "invasi" pada Rabu (9/10/2024), dengan mengatakan bahwa masyarakat internasional harus bertindak.

"Jelas bahwa telah terjadi invasi oleh negara ketiga terhadap negara berdaulat seperti Lebanon, dan oleh karena itu masyarakat internasional tidak dapat tetap acuh tak acuh," kata Perdana Menteri Sosialis itu kepada parlemen, dikutip dari laman The New Arab, Kamis (10/10/2024).

Baca Juga

"Kami mengecam (situasi ini) di Ukraina, kami juga mengecamnya di Gaza dan sekarang kami juga mengecam invasi di Lebanon," ujar PM Spanyol.

Militer Israel sekarang berfokus pada perangnya di Lebanon sambil melanjutkan perangnya di Jalur Gaza, Palestina.

Israel melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 30 September 2024, di mana sekitar 10 ribu pasukan penjaga perdamaian dikerahkan di bawah komando seorang jenderal Spanyol.

Dikatakan bahwa tujuannya adalah untuk menjauhkan Hizbullah dari daerah perbatasan tempat kelompok itu bercokol dan menghentikannya menembakkan roket ke Israel utara. Sehingga sekitar 60 ribu penduduknya yang mengungsi dapat kembali ke wilayah tersebut.

Menurut angka resmi Lebanon, lebih dari 2.000 orang telah wafat di Lebanon sejak 8 Oktober, termasuk lebih dari seribu orang sejak dimulainya serangan Israel di selatan dan timur wilayahnya, serta di pinggiran selatan Beirut, pada 23 September.

Sanchez adalah salah satu kritikus paling vokal di antara para pemimpin Uni Eropa atas perang Israel di Gaza, Palestina.

Sanchez telah membuat marah Israel dengan mengatakan bahwa ia memiliki "keraguan serius bahwa Israel mematuhi hukum humaniter internasional" di Gaza, dan di bawah pengawasannya, Madrid pada bulan Mei mengakui negara Palestina.

Sanchez juga menyatakan penyesalannya atas "kurangnya kesepakatan di dalam Uni Eropa" tentang situasi di Timur Tengah.

"Saya menyesalkan hal ini karena saya percaya bahwa dalam isu-isu ini, kita seharusnya konsisten bukan pada posisi kita, tetapi konsisten pada pembelaan hukum internasional dan hukum humaniter internasional," kata Sanchez.

Pemerintah Amerika Serikat pada Rabu menolak tegas ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Lebanon akan mengalami "kehancuran dan penderitaan seperti di Gaza" jika rakyat Lebanon tidak mengusir Hizbullah.

"Kami tidak dapat dan tidak akan membiarkan Lebanon berubah menjadi Gaza yang lain. Itu bukan yang kami inginkan," kata juru bicara Karine Jean-Pierre kepada wartawan.

BACA JUGA: Terungkap, Keyakinan Agama di Balik Aksi Brutal Israel di Gaza dan Lebanon Bocor di Media

"Kesengsaraan di Gaza dan Lebanon semakin mendesak, seperti yang telah kami sampaikan, dalam upaya kami untuk mengakhiri konflik dan membangun landasan bagi perdamaian serta keamanan yang berkelanjutan di wilayah tersebut." demikian lanjutnya.

Jean-Pierre mengatakan penderitaan di Lebanon "dapat dihindari jika Hizbullah menghentikan serangan roketnya ke Israel."

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement