REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi mengatakan, negaranya mendukung upaya gencatan senjata di Lebanon, dengan syarat kelompok rakyat Lebanon, termasuk kelompok Hizbullah, menyetujuinya. Aragchi menambahkan, gencatan senjata di Lebanon juga harus diikuti dengan gencatan senjata di Jalur Gaza.
"Kami mendukung upaya gencatan senjata dengan syarat diterima oleh rakyat Lebanon, dapat diterima oleh perlawanan (Hizbullah), dan ketiga disinkronkan dengan gencatan senjata di Gaza," kata Aragchi di Beirut, Jumat (4/10/2024).
Aragchi mengatakan kunjungannya ke Beirut adalah bukti bahwa Iran berdiri bersama Lebanon dalam menghadapi Israel. Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan negaranya akan berdiri bersama Lebanon dan Palestina dalam menghadapi Israel.
"Rakyat Palestina harus menentukan nasib bangsa mereka sendiri, dan tidak ada negara atau organisasi internasional punya hak menentang rakyat Palestina melawan rezim Zionis. Sama halnya bagi mereka yang membantu rakyat Palestina dan Lebanon tidak boleh dikritisi, karena itu hak mereka," kata Khamenei saat memimpin salat Jumat di sebuah masjid di Teheran.
Pada Selasa (1/10/2024) malam lalu, Iran menembakkan ratusan roket ke Israel. Garda Revolusi Iran mengatakan bahwa serangan itu merupakan balasan atas kematian pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Kelompok Hizbullah dan Israel sudah terlibat konfrontasi secara sporadis di wilayah perbatasan Israel-Lebanon sejak pecahnya perang di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Hizbullah mendukung perlawanan yang dilakukan Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Gaza.
Pada 23 September 2024 lalu, Israel melancarkan serangan udara terbesarnya ke wilayah selatan Lebanon. Serangan tersebut membunuh lebih dari 500 orang, termasuk setidaknya 50 anak-anak. Sejak saat itu, Israel terus meluncurkan serangan udara ke Lebanon. Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah turut menjadi korban dan syahid.