Kamis 03 Oct 2024 15:53 WIB

Tak Mau Akui Dampak Serangan Iran, Israel Enggan Beberkan Fakta Sebenarnya ke Media

Iran melancarkan serangan terhadap wilayah Israel

Rep: Andri Saubani / Red: Nashih Nashrullah
Rudal yang ditembakkan dari Iran terbang di atas Galilea Atas, Israel utara, 1 Oktober 2024.
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Rudal yang ditembakkan dari Iran terbang di atas Galilea Atas, Israel utara, 1 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV-Setelah Iran meluncurkan gelombang rudal balistik ke Israel pada Kamis (1/10/2024), dengan rekaman video yang menunjukkan banyak rudal yang mengenai target mereka, Israel menutup beberapa zona militer dan melarang publikasi laporan mengenai lokasi jatuhnya rudal.

Penyensoran dari Israel menyulitkan untuk menilai kerusakan penuh dari serangan Iran, dengan AS dan Israel mengirimkan pesan yang beragam mengenai ukuran dan dampak serangan Teheran.

Baca Juga

Wall Street Journal melaporkan pada hari Rabu bahwa penilaian awal Israel atas serangan tersebut menunjukkan kerusakan kecil pada pangkalan militer.

Serangan Iran menghantam pangkalan udara Nevatim di Gurun Negev, di mana Israel menempatkan beberapa jet tempur F-35. Namun militer Israel menolak untuk berbagi dengan Journal mengenai tingkat kerusakan pangkalan udara tersebut.

Militer mengatakan “tidak ingin memberikan informasi kepada Iran” yang dapat membantu Teheran memahami seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh serangannya.

Beberapa rudal juga ditemukan di dekat Laut Mati, dekat dengan lokasi fasilitas nuklir Israel. Tidak jelas apakah rudal-rudal tersebut dicegat oleh Israel atau AS, menurut laporan tersebut.

Satu rudal menghantam sebuah sekolah di sekitar kota Gedera, dengan foto-foto akibatnya menunjukkan sebuah kawah besar di tanah dan kerusakan struktural yang parah pada bangunan-bangunan di dekatnya.

Israel mengatakan bahwa militernya dan koalisi sekutunya termasuk Amerika Serikat dan Inggris berhasil mencegat sebagian besar rudal tersebut.

Namun, rekaman video online menunjukkan sejumlah rudal mendarat di dalam wilayah Israel dan meledak tanpa bisa dicegat oleh sistem pertahanan rudal Iron Dome milik Israel.

Serangan-serangan tersebut menyebabkan dua orang terluka di Israel, sementara satu orang Palestina tewas akibat pecahan peluru di kota Yerikho di Tepi Barat yang diduduki.

Penasihat keamanan nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, mengatakan dalam sebuah wawancara singkat dengan para wartawan pada hari Selasa bahwa serangan Iran tersebut merupakan eskalasi yang signifikan dari Teheran dan juga “tidak efektif”.

“Singkatnya, berdasarkan apa yang kita ketahui saat ini, serangan ini tampaknya telah dikalahkan dan tidak efektif. Kata 'kabut perang' diciptakan untuk situasi seperti ini. Ini adalah situasi yang berubah-ubah,” katanya.

Sementara itu, Korps Garda Revolusi Islam Iran mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pemerintah bahwa 90 persen rudal yang diluncurkannya berhasil mencapai target.

Iran mengatakan pihaknya meluncurkan serangan tersebut sebagai tanggapan atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh oleh Israel, serta pembunuhan yang baru-baru ini terjadi terhadap pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan komandan IRGC Abbas Nilforoushan di selatan Beirut.

Penyensoran Israel terhadap serangan Iran bukanlah hal baru, dan pemerintah Israel telah meningkatkan penyensorannya selama perang yang sedang berlangsung di Gaza, yang dimulai pada Oktober 2023 setelah serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan.

Sebuah laporan dari Majalah +972 menemukan bahwa pada tahun 2023, militer Israel melarang 613 artikel untuk diterbitkan oleh media di Israel. Jumlah tersebut merupakan rekor bagi majalah tersebut, yang mulai melacak penyensoran pada tahun 2011.

Majalah ini juga menemukan bahwa 2.703 artikel tambahan telah disunting, yang merupakan jumlah penyuntingan tertinggi sejak tahun 2014, tahun di mana Israel juga melancarkan perang terhadap Gaza.

Militer Israel...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement