Selasa 01 Oct 2024 09:04 WIB

Profil Pahlawan Revolusi, R Suprapto

Letjen TNI (Anumerta) R Soeprapto ikut menumpas Pemberontakan PKI 1948 di Madiun.

Letjen (Anumerta) R Soeprapto, seorang pahlawan revolusi.
Foto:

Sesudah penyerahan kedaulatan RI pada 1949, Suprapto yang sudah berpangkat letnan kolonel menjadi kepala Bagian II di Staf Umum Angkatan Darat Jakarta. Setahun kemudian, ia dipercaya sebagai Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dengan merangkap jabatan sebagai wakil KSAD.

Pada Juli 1963, pangkatnya naik menjadi mayor jenderal. Seperti umumnya para perwira tinggi AD, ia dengan tegas menolak pembentukan "Angkatan Kelima", yang disponsori oleh PKI.

Pada siang hari tanggal 30 September 1965, Mayjen Suprapto mencabut giginya yang sakit. Pada malam harinya, ia tidak bisa tidur karena rasa sakit masih terasa.

Untuk mengisi waktu, malam itu Suprapto melukis dan juga membuat sketsa rencana pembangunan gedung rumah sakit tentara.

Sementara itu, satu peleton resimen Cakrabirawa yang dipimpin Serda Sulaiman dan satu kelompok sukarelawan PKI telah mempersiapkan diri di Lubang Buaya, Jakarta Timur, untuk menculik Mayjen Suprapto. Pada pukul 03.00 dini hari tanggal 1 Oktober 1965, mereka menuju rumah perwira AD tersebut di Jalan Besuki No 19 Jakarta dengan menggunakan satu unit truk.

Pada pukul 04.30 WIB, pasukan penculik sampai ke rumah tujuan. Gonggongan anjing tetangga membangunkan Mayjen Suprapto yang segera menuju pintu dan menanyakan pasukan yang datang tersebut.

Dari luar terdengar jawaban “Cakrabirawa” yang membuat Mayjen Suprapto membukakan pintu. Serda Sulaiman sebagai komandan pasukan penculik menjelaskan bahwa Mayjen Suprapto diminta "menghadap presiden saat itu juga."

Mayjen Suprapto bersedia dan meminta Serda Sulaiman menunggunya untuk berganti baju, karena saat itu ia masih menggunakan piyama dan sarung. Para penculik melarangnya dengan kasar.

Beberapa penculik lalu memegangi tangannya dan menaikkannya secara paksa ke dalam truk. Mereka membawa Mayjen Suprapto ke Lubang Buaya.

Akhirnya, pada 4 Oktober 1965, ketujuh jasad ditemukan di Lubang Buaya. Keesokan harinya, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-20 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), para perwira yang gugur--termasuk Suprapto--dimakamkan dalam satu upacara kebesaran militer di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement