REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencabutan nama Presiden Soeharto dari TAP MPR RI Nomor 11/MPR 1998 mendapatkan penolakan. Apalagi isu tersebut dibareng dengan usulan agar Soeharto menjadi pahlawan nasional.
Politikus PDIP Guntur Romli menilai Soeharto tidak layak diangkat Menjadi Pahlawan Nasional. Ia cukup tercatat sebagai Presiden RI ke-2. Ada tiga alasan mengapa Soeharto tak pantas jadi pahlawan nasional.
Pertama yakni fakta kekerasan dan pembunuuhan massal yg melibatkan rezim Soeharto dari kasus '66, '66, '74, '80an seperti Petrus, kejahatan kemanusiaan di Timor Timur, Papua, Aceh dan lain sebagainya.
"Kedua yakni pembungkaman terhadap tokoh-tokoh dan gerakan-gerakan demokrasi yang melawan rezim Orde Baru, khususnya Peristiwa 27 Juli 1996," ujar Guntur dalam keterangan tertulis kepada Republika, Ahad (29/9/2024).
Ketiga yakni ada gerakan rakyat yang menumbangkan Soeharto pada 1998 karena terlibat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Soeharto tidak bisa diangkat jadi pahlawan karena tak hanya soal tercela tapi dosa-dosa kejahatan kemanusiaan itu.
"Fakta sejarah tidak bisa diubah bahwa Gerakan Rakyat Reformasi 98 itu tuntutannya turunkan Soeharto karena KKN," ujarnya.
Oleh karena itu, kata ia, Soeharto cukup tercatat dalam sejarah sebagai Presiden RI ke-2, tapi tidak boleh diangkat sebagai pahlawan nasional.
Sebelumnya Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai pencabutan nama Presiden Soeharto dari TAP MPR RI Nomor 11/MPR 1998 adalah pengkhianatan cita-cita reformasi. Dia pun mempertanyakan proses pencabutan itu.