REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar optimis bahwa Indonesia dapat menjadi salah satu otoritas yang terdaftar dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO Listed Authorities; WLA) pada 2025.
Taruna mengatakan bahwa masuk dalam WLA merupakan salah satu indikator regulator obat dan makanan Indonesia menjadi terpandang, setara dengan Food and Drugs Authority Amerika Serikat, Jepang, dan yang lainnya.
Menurutnya, dengan pengakuan BPOM oleh WHO itu, maka produk-produk Indonesia dapat dipercaya dan tidak perlu melalui inspeksi lagi.
"Cukup ngirimkan dokumen, dokumennya sudah diakui, dan bisa berdampak ekspor bisa tinggi," kata Taruna.
"Sekarang, proses akreditasinya lagi berjalan. Dan November ini juga, dari WHO datang melihat. Kita optimis, semua persoalan itu, kita terpilih," dia menambahkan.
Dia menjelaskan, sejumlah penilaian yang dilakukan WHO antara lain meliputi cara BPOM menjalankan otoritasnya di tingkat nasional, memberikan izin registrasi, mempromosikan cara pembuatan obat yang benar, serta pengakuan BPOM oleh lembaga lainnya.
Terkait pengakuan lembaga lain, katanya, Indonesia sudah diakui oleh Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S), menjadi satu dari 41 negara anggota yang tergabung. Taruna menilai, hal itu menjadi sebuah ukuran maturitas industri farmasi nasional.
Pengakuan secara global, ujarnya, berujung pada efisiensi biaya dan waktu dalam mengekspor produk-produk nasional.
Dalam kesempatan yang sama, dia menyebutkan bahwa pihaknya juga mengupayakan agar tahun depan, PIC/S dapat mengadakan kongres internasional di Indonesia yang membahas tentang standardisasi obat.
Taruna menilai bahwa maturitas industri farmasi adalah suatu hal yang penting, karena dapat menunjukkan kualitas berbagai aspek, seperti produksi, distribusi, hingga penjualan. Apabila maturitas meningkat, katanya, maka berdampak besar dalam berbagai hal, contohnya penurunan harga obat karena produksi yang lebih banyak.
Oleh karena itu, pihaknya mendukung peningkatan maturitas tersebut dengan sejumlah upaya, seperti memotivasi dan mendampingi industri farmasi, memberikan insentif berupa percepatan perizinan, serta membangun reputasi di kancah global agar produk-produk nasional dapat dipasarkan di berbagai negara.