REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Hizbullah dihantam tiga kali pukulan beruntun dari Israel. Setelah ledakan pager, radio genggam (walkie-talkie), kini giliran komandan senior mereka Ibrahim Aqil terbunuh oleh serangan Zionis.
Ibrahim Aqil gugur dalam serangan Israel di pinggiran selatan Beirut. Kementerian Kesehatan Lebanon mencatat, setidaknya 14 orang gugur dan 66 lainnya terluka – termasuk anak-anak – dalam serangan di wilayah Dahiyeh.
"Hari ini Panglima Senior Ibrahim Aqil [Haj Abdulqader] telah mengikuti prosesi para syuhada setelah menjalani kehidupan yang penuh berkah penuh perjuangan, kerja, luka, pengorbanan, tantangan, prestasi dan kemenangan. Sudah sepantasnya dia mendapatkan kehormatan ilahi ini," tulis Hizbullah dalam keterangnnya.
“Yerusalem selalu ada di hatinya dan di pikirannya dan di pikirannya siang dan malam. Yerusalem adalah obsesi jiwanya, dan berdoa di masjid-masjidnya adalah impiannya."
Seperti dilaporkan Aljazirah, Aqil bergabung dengan Hizbullah pada tahun 1980-an. Ia bertanggung jawab atas serangan kelompok tersebut di luar Lebanon. Demikian menurut keterangan militer Israel.
Seperti kebanyakan pejabat senior militer Hizbullah, Aqil hanyalah sosok bayangan yang tidak pernah tampil atau mengeluarkan pernyataan di depan umum.
Menurut para pejabat AS, Aqil – juga dikenal sebagai Tahsin – bertugas di badan militer tertinggi Hizbullah.
Benjamin Friedman, direktur kebijakan di lembaga pemikir Prioritas Pertahanan yang berbasis di AS, mengatakan meskipun Hizbullah kemungkinan besar akan merasakan dampak serangan Israel baru-baru ini, namun kemampuan kelompok tersebut tidak akan terpengaruh dalam jangka panjang.
“Mereka mendapat pukulan telak terhadap moral mereka, dan jelas mereka akan khawatir dengan sistem komunikasi mereka, karena sistem komunikasi mereka benar-benar akan meledak,” kata Friedman kepada Aljazirah.
Meski begitu, kata ia, ini bukan pukulan jangka panjang terhadap Hizbullah. “Dalam beberapa hal, saya pikir serangan-serangan ini, termasuk pembunuhan para pemimpin Hizbullah, akan cenderung menghidupkan kembali organisasi mereka.”