REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lebih dari 22 ribu warga Gaza yang terluka akibat genosida Israel mengalami cedera yang dapat mengubah hidupnya. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mereka membutuhkan perawatan rehabilitasi jangka panjang, namun layanan untuk rehabilitasi tersebut sebagian besar tidak tersedia.
WHO melaporkan, sebagian besar korban tersebut kehilangan anggota tubuh akibat amputasi atau mengalami luka berat. Dan beberapa juga mengalami cedera tulang belakang, cedera otak traumatis, dan luka bakar serius.
“Angka-angka tersebut cukup mengejutkan,” kata Dr Richard Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah Palestina, seperti dilansir Euronews, Ahad (15/9/2024).
Perkiraan baru ini didasarkan pada laporan dari tim medis darurat di Gaza yang secara rutin melaporkan data ke WHO. Data ini dikumpulkan dari Januari hingga Mei, dan kemudian diekstrapolasi hingga akhir Juli, menurut Pete Skelton, penasihat rehabilitasi dalam keadaan darurat WHO.
Peeperkorn mengatakan bahwa kehancuran sistem kesehatan Gaza telah menyulitkan para korban luka untuk mendapatkan perawatan medis yang memadai, baik untuk cedera akut maupun rehabilitasi.
Sebanyak 17 dari 36 rumah sakit di Gaza kini hanya beroperasi sebagian, dan layanan medis sering tidak dapat diakses karena kekurangan staf, kerusakan bangunan, kurangnya perawatan spesialis, serangan, serta perintah evakuasi.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa hanya 13 persen dari kebutuhan kursi roda, kruk, dan peralatan rehabilitasi lainnya yang telah terpenuhi. Itu tidak termasuk warga Gaza yang sudah memiliki kondisi disabilitas – hanya mereka yang terluka sejak eskalasi konflik tahun lalu.
“Kami telah kehilangan semua layanan rehabilitasi rawat inap karena konflik,” kata Skelton, seraya menambahkan bahwa WHO sedang berupaya untuk memasok kursi roda dan kruk ke Gaza pekan ini.
WHO juga mencatat bahwa hingga pertengahan Mei, 39 fisioterapis telah terbunuh di Gaza.
Otoritas kesehatan Palestina mengatakan bahwa lebih dari 40 ribu tewas di Gaza selama 11 bulan perang yang diwarnai dengan pengeboman dan serangan darat oleh Israel.
Selain gencatan senjata, Peeperkorn menyerukan pembentukan koridor medis yang memungkinkan pasokan kesehatan dan kemanusiaan masuk ke Gaza, serta mengevakuasi korban luka berat ke negara lain.
“Kami membutuhkan sistem yang lebih terorganisir dan berkelanjutan, bukan pendekatan yang bersifat ad hoc,” kata Peeperkorn.