Selasa 10 Sep 2024 09:31 WIB

Tarif KRL Berbasis NIK Buat Ribet Kelas Menengah

Tarif KRL Jabodetabek yang berlaku saat ini sebesar Rp 3.000 untuk 25 km pertama.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Erik Purnama Putra
Penumpang menunggu kedatangan KRL Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2024).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penumpang menunggu kedatangan KRL Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Rencana pemerintah mengubah skema subsidi KRL Commuter Line dari pengurangan tarif menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) menuai kontroversi. Dosen School of Business & Management (SBM) ITB, Muhammad Yorga Permana menilai, kebijakan tersebut akan berdampak bagi kelas menengah.

Pasalnya, tarif subsidi KRL menjadi bantalan kelas menengah. Dengan kondisi gaji kelas menengah yang seadanya, sambung dia, mereka harus lebih irit lagi dalam mengeluarkan biaya untuk transportasi.

Baca Juga

"Jadi, tarif KRL ini (sebenarnya) jadi bantalan kelas menengah jangan sampailah dibuat satu sistem yang ribet yang kudu pakai NIK. Saya tidak setuju (dengan rencana pengubahan skema) yang malah persulit dan buat kelas menengah jadi rapuh," kata Yoga dalam Diskusi Publik Indef bertema 'Kelas Menengah Turun Kelas' secara daring di Jakarta, Senin (9/9/2024).

Dia memberi saran, apabila memang pemerintah harus menaikkan tarif KRL, bisa mencontoh skema negara lain yang memperbolehkan masyarakat mendaftar bila ingin mendapat subsidi. "Jadi masyarakat mendaftar registrasi sendiri. Bukan dengan menggunakan NIK," ucap Yoga memberi saran.

Namun, dengan kondisi Indonesia yang masih krisis, kata dia, sangatlah tidak tepat bila harus ada kenaikan tarif. Hal itu lantaran bisa berdampak buruk bagi kelas menengah yang sudah sangat terhimpit antara penghasilan dan pengeluaran. Saat ini, Kementerian Perhubungan masih terus melakukan pembahasan mengenai rencana subsidi KRL berbasis NIK.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati memastikan Kemenhub akan duduk bersama dengan kementerian lain sebelum mengambil keputusan."Kajian juga masih untuk kepentingan internal. Sebelum nantinya tentu akan dibahas secara lintas sektoral," kata Adita.

VP Corporate Secretary KAI Commuter Indonesia atau KCI Joni Martinus menyampaikan, pihaknya selaku operator akan menjalankan apa pun keputusan pemerintah. KCI, lanjut Joni, tak memiliki kewenangan dalam keputusan perubahan skema subsidi KRL maupun perubahan tarif KRL ke depan. "Silakan ke Kemenhub," ujar Joni.

Dia menyampaikan, tarif KRL saat ini sebesar Rp 8.000 untuk lintas KRL Yogyakarta-Surakarta dengan skema tarif flat. Sementara tarif KRL Jabodetabek yang berlaku saat ini sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km pertama dan Rp 1.000 untuk 10 km berikutnya. 

"Penyesuaian tarif terakhir itu pada 2017, sebelumnya pada 2015 tarif KRL Jabodetabek sebesar Rp 2.000 untuk 25 KM dan Rp 1.000 untuk 10 kilometer berikutnya," ucap Joni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement