Senin 09 Sep 2024 11:42 WIB

Terungkap Data Jumlah Kelas Menengah RI Terus Turun dan Saran Ekonom untuk Pemerintah

Jumlah kelas menengah di RI terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Pekerja melintasi pelican crossing di kawasan Sudirman, Jakarta. Menurut data BPS, jumlah kelas menengah RI dalam tren penurunan beberapa tahun terakhir.
Foto:

Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Efendi mengatakan pemerintah perlu menyelesaikan persoalan kelas menengah di Indonesia yang kini turun level menjadi kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC).

"Pasalnya, kelompok hierarki sosial ekonomi tersebut mempunyai peran besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat pekan lalu.

Tadjudin mengatakan, bentuk intervensi pemerintah paling konkret adalah memasifkan investasi di Tanah Air. Hal itu karena menguatnya investasi membuka peluang serapan tenaga kerja baru.

"Kalau investasi masuk itu ada peluang menciptakan lapangan kerja, maka pengangguran rendah. Namun, pengangguran sekarang memang masih tinggi, nah ini menjadi beban kelas menengah," ujar Tadjudin.

Menurut dia, kondisi investasi di Indonesia saat ini belum berada dalam keadaan memuaskan baik di sektor UMKM maupun industri besar. Kondisi tersebut mendorong naiknya pengangguran dan membuat jumlah kelas menengah di dalam negeri menurun.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), lanjut Tadjudin, jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Januari-Agustus 2024 mencapai 46.240 orang. Sedangkan sepanjang 2023 pekerja yang kehilangan pekerjaannya sebanyak 57.923 orang.

"Pada Januari-Agustus 2024 jumlah PHK yang saya catat itu ada 46.240 pekerja, belum dimasukkan PHK pada tahun 2023 yang jumlahnya 57.923 orang menurut Kementerian Ketenagakerjaan. Itulah yang menyebabkan penurunan kelas menengah," katanya.

"Memang sebaiknya penciptaan peluang kerja. Peluang kerja itu harus ada investasi, nah investasi di Indonesia ini belakangan ini boleh dikatakan tidak begitu menggembirakan baik di sektor UMKM maupun industri besar," ujar Tadjudin.

Adapun data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada semester I/2024 mencapai Rp829,9 triliun atau meningkat sebesar 22,3 persen dibanding periode yang sama 2023. Capaian itu setara 50,3 persen dari target investasi tahun ini. Di sisi serapan tenaga sebanyak 1.225.042 orang selama semester I/2024.

Tak hanya investasi, Tadjudin menilai perbaikan iklim perlindungan sosial juga perlu dibenahi . Setidaknya otoritas fokus pada penguatan jaminan sosial baik di bidang ketenagakerjaan maupun kesehatan.

Langkah ini harus dilakukan pemerintah mengingat sektor jaminan sosial berkontribusi besar bagi fiskal alias pendapatan negara, yang diperoleh melalui pembayaran iuran peserta. Di lain sisi, menurunnya kelas menengah bakal berdampak buruk bagi jaminan sosial, karena orang enggan menyetor iuran.

"Kemungkinan buruk, kemungkinan besar banyak dampaknya, kemungkinan besar orang tidak mampu membayar pajak lagi, pajak-pajak tertentu, tidak mampu membayar BPJS Ketenagakerjaan. Kan kelas menengah yang menopang selama ini soal itu, tetapi kalau itu menurun otomatis dampaknya cukup besar," tuturnya.

Adapun, pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menyampaikan perlunya program jaminan sosial (jamsos) yang lebih efektif mendukung masyarakat yang membutuhkan saat menghadapi realitas penduduk kelas menengah yang rentan mengalami turun kelas. Menurut Rissalwan, salah satu aspek yang dapat menjaga kondisi kelas menengah, yang menjadi penggerak ekonomi, adalah dengan memastikan program jaminan sosial yang kuat dan didukung dengan data mumpuni agar tepat sasaran.

"Ketepatan sasaran program berdasarkan data yang akurat perlu jadi perhatian," tuturnya.

Dengan adanya basis data yang akurat tersebut, katanya, maka berbagai program jaminan sosial yang dijalankan pemerintah dengan anggaran yang tinggi dapat lebih efektif untuk terus memperbaiki kondisi masyarakat saat ini. Beberapa jaminan sosial itu contohnya seperti Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan, Kartu Prakerja untuk peningkatan kompetensi dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk meringankan biaya pendidikan.

Rissalwan juga mendorong inovasi program jaminan sosial tidak hanya yang dijalankan oleh pemerintah pusat tapi potensi dapat dilakukan pula oleh pemerintah daerah.

"Inovasi dan upaya-upaya konkret program-program dan sumber daya lokal itu seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mengurangi bergesernya tingkat kesejahteraan masyarakat," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement