Selasa 03 Sep 2024 05:01 WIB

DPR Ungkap Saksi Dapat Intimidasi, Rapat Pansus Haji Mendadak Tertutup dan Gandeng LPSK

Menag Yaqut Cholil Qoumas mempertanyakan langkah DPR gandeng LPSK.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Nusron Wahid (kiri) dan Wakil Ketua Pansus Marwan Dasopang (kanan) memimpin Rapat Pansus Angket Haji yang menghadirkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, di Ruang Badan Anggaran DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Dalam Rapat tersebut Pansus Angket Haji meminta penjelasan mengenai penyelenggaraan Ibadah Haji 2024, salah satunya terkait dugaan penyalahgunaan alokasi kuota haji tambahan.
Foto:

Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mendukung kerja Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI yang tengah mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji 2024 agar sistem di masa mendatang menjadi lebih baik. “Kami berharap, ini semuanya bisa selesai dengan baik agar ujung-ujungnya bagaimana sistem haji di Indonesia jauh lebih baik ke depan,” kata Ketua Umum DPP Amphuri Firman M. Nur usai acara pengukuhan DPP Amphuri 2024-2028 di Jakarta, Senin.

Sebagai pihak swasta, Firman mengatakan Amphuri patuh atas perintah Pansus Haji. "Apabila pihak swasta diminta untuk menjadi saksi atau narasumber, saya memastikan anggotanya akan hadir untuk memberikan jawaban yang diajukan Pansus Haji," katanya.

Namun, Firman berharap evaluasi pelaksanaan haji yang saat ini masih terus dilakukan oleh Pansus tidak melahirkan persepsi negatif Kerajaan Arab Saudi terhadap Indonesia. Sebagaimana diketahui, jelas dia, Arab Saudi memiliki visi untuk meningkatkan jumlah jamaah haji menjadi 5 juta pada tahun 2030.

“Ketika Arab Saudi menetapkan visi yang begitu besar, kalau seandainya negara-negara pengirim jamaah itu tidak bisa kooperatif atau mendukung visi mereka, yang kami takutkan menjadi bumerang,” ujar Firman.

Dia mengingatkan, Arab Saudi membuka hubungan atas penyelenggaraan haji secara langsung kepada Indonesia atau secara government to goverment (G2G). Firman khawatir, Arab Saudi nantinya membuka jalur penyelenggaraan haji secara langsung kepada masyarakat atau secara business to consumer (B2C) sehingga negara tidak dapat menjalankan fungsi perlindungan bagi jamaah haji.

“Sebagaimana yang kita lihat sekarang, (masyarakat) negara-negara Eropa datang ke Saudi untuk menunaikan ibadah haji, terbuka begitu saja. Haknya (hak perlindungan jamaah) juga sulit. Kalau seandainya itu terjadi, tentu sangat merugikan negara. Kenapa? Karena efek ekonomi tentu tidak sampai ke kita, semua transaksi langsung ke Saudi,” kata Firman.

Dia berharap, kerja Pansus Haji tetap mendukung visi Arab Saudi mengenai peningkatan jumlah jamaah haji yang berefek pada penambahan kuota bagi Indonesia. Namun, Firman juga mengingatkan pembagian kuota haji harus sesuai dan adil bagi jamaah.

“Tentu, pembagiannya, proses daftar keseluruhannya harus sesuai. Tetap adil dengan first come and first served. Itu yang sudah dicanangkan bersama. Sehingga orang-orang yang sudah mengantre pertama dapat berangkat haji lebih dahulu,” kata Firman.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement