Kamis 22 Aug 2024 09:12 WIB

Kesuksesan Raja Jawa tanpa Mahkota

Sosok berjulukan Raja Jawa tanpa Mahkota ini dinilai sukses memimpin SI.

Museum HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII No 29, Surabaya, Jawa Timur.
Foto:

Sejak itu, kantor pusat SDI berpindah ke Surabaya. Nama organisasi ini juga berubah menjadi Sarekat Islam (SI) sehingga kian menegaskan inklusivitasnya bagi seluruh pribumi Muslim, apa pun latar pekerjaan mereka.

Selama memimpin SI, HOS Tjokroaminoto mengarahkan organisasi ini agar berhaluan nasionalisme yang merangkul seluruh suku bangsa di Tanah Air. Langkah ini tentu saja merupakan terobosan pada zamannya.

Dalam Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam pada 1916, diserukannya para anggota SI untuk mengedepankan prinsip persatuan di atas keberagaman.

Gagasan nasionalisme yang dikibarkan HOS Tjokroaminoto tidak untuk dibentur-benturkan dengan keislaman. Dalam sebuah artikel pada harian Fadjar Asia pada 1924—seperti dikutip Aji Dedi Mulawarman dalam buku Jang Oetama (2015: 35)— Tjokroaminoto menegaskan bahwa nasionalisme yang diyakininya bukanlah semacam Nasionalisme Turki, yang menghendaki kemerdekaan dari ruh Islam dan menggantikannya dengan ruh berwajah Barat.

photo

Dengan memisahkan Islam dari negara (nation-state), menurutnya, maka hal itu justru telah menyalahi substansi nasionalisme. Nasionalisme bagi Tjokroaminoto tidak boleh menjadi penyebab kebencian suatu bangsa terhadap bangsa lainnya. Demikian pula, nasionalisme jangan menjadi rintangan menuju cita-cita tauhid.

Dalam memimpin SI, HOS Tjokroaminoto dinilai sukses. Ia berhasil membesarkan organisasi ini, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

Pada 25 Januari 1913 di Surabaya, pertemuan besar SI dimulai. Hadir dalam acara itu, sebanyak 13 perwakilan cabang SI, yakni dengan jumlah anggota mencapai 80 ribu orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement