Kamis 15 Aug 2024 08:17 WIB

Kasus Paskibraka, Fatmawati Soekarno Aja Berkerudung di Pengibaran Bendera 17 Agustus 1945

Kepala BPIP dinilai takpunya sensitivitas.

Setelah pembacaan teks Proklamasi RI, Bung Karno dan Bung Hatta beserta sejumlah tokoh bangsa menyaksikan pengibaran Bendera Pusaka, Sang Saka Merah Putih, pada 17 Agustus 1945.
Foto: dok repro buku Sukarno Penyambung Lidah Rakya
Setelah pembacaan teks Proklamasi RI, Bung Karno dan Bung Hatta beserta sejumlah tokoh bangsa menyaksikan pengibaran Bendera Pusaka, Sang Saka Merah Putih, pada 17 Agustus 1945.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi , Jawa Barat , Toto Izul Fatah, menyebut,  Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, tak punya sensitivitas. Kebijakannya sudah merusak semangat Pancasila.

Hal ini disampaikan Toto memprotes kebijakan Kepala BPIP yang dikemas melalui SK tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Paskibraka. menyebut kebijakan Yudian,  melalui SK Nomor 35 Tahun 2024 yang berbuntut pada arahan pencopotan jilbab sejumlah peserta putri Paskibraka Nasional, sangat menodai spirit kemerdekaan dan keberagaman.

“Sampai pada SK tersebut mungkin belum ada masalah. Tapi begitu SK tersebut  ditafsirkan dalam bentuk arahan agar  Paskibraka putri harus menampakan rambutnya yang berarti melepas jilbab saat bertugas, persoalan menjadi lain,” kata Toto, Kamis (14/8/2024).

Saat ini, kata Toto, bangsa Indonesia sedang butuh-butuhnya merawat semangat kebangsaan, kebersamaan, persatuan dan toleransi antar sesama bangsa. 

“Kenapa di tengah-tengah itu Pak Yudian harus bikin masalah dengan isu jilbab yang sensitif itu. Polisi wanita aja sekarang sudah banyak yang memakai jilbab, tetap boleh ucapara. Begitu juga tentara wanita. Pak Yudian mungkin tak tahu sejarah, jika pada momen pengibaran Merah Putih 17 Agustus 1945 dulu, Ibu Fatmawati saja mengenakan kerudung,” ungkapnya.

Menurut Toto, jika Yudian Wahyudi sebagai kepala BPIP paham semangat kemerdekaan, keberagaman dan atau kebhinekaan, kasus itu seharusnya tidak perlu terjadi. “Apa yang dilakukan Yudian benar-benar tidak mencerminkan sebagai pimpinan sebuah lembaga yang membawa nama besar Pancasila,” ungkap Toto.

Toto mengaku heran, sebagai kepala yang membina ideologi Pancasila, tapi Yudian tak paham spirit Pancasila yang di dalamnya ada semangat Bhineka Tunggal Ika alias keberagaman sesuai dengan realitas khas bangsa ini yang terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, ras dan golongan.

Apalagi, lanjut Toto yang juga Direktur Eksekutif  Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, kasus tersebut justru terjadi pada saat seluruh rakyat Indonesia sedang menyambut gembira HUT Kemerdekaan RI yang ke 79. Lebih-lebih lagi, pada saat peringatan HUT tersebut untuk pertama kali akan digelar di IKN.

“Buat saya, kasus ini sungguh Ironis. Apalagi, baru terjadi sepanjang HUT RI selama ini. Karena itu wajar kalau kasus ini menjadi tontonan buruk yang menggelikan dari seorang kepala badan yang mendapat tugas melakukan pembinaan ideologi Pancasila,” tandasnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement