REPUBLIKA.CO.ID, BELU -- Yohanes Ande Kalla atau yang dikenal dengan sebutan Joni Si Bocah Merah Putih dari Desa Silawan, Kabupaten Belu menjadi viral karena gagal lolos dalam tes masuk TNI. Padahal ia sempat diundang oleh Presiden Joko Widodo ke Istana Negara pada 2018.
Kala itu,Joni yang masih duduk di bangku sekolah SD pada 2018 menjadi sorotan karena aksinya menyelamatkan bendera merah putih yang talinya terlilit saat upacara bendera di Kabupaten Beli.
Joni Ketika dipanggil Presiden menyampaikan cita-citanya untuk masuk TNI, dan Presiden mengabulkan ketika itu. Namun usai mengikuti seleksi penerimaan Bintara TNI AD tahun 2024, usai mendengar kelulusan SMA, dia dinyatakan tidak lulus saat seleksi awal yang dilakukan oleh Ajenrem 16104/Wirasakti Kupang.
Alasannya karena tinggi badannya tidak ideal atau sesuai dengan syarat masuk TNI sehingga disuruh untuk kembali lagi tahun 2025 untuk mengikuti tes sama.
“Iya kecewa kemarin saat seleksi awal langsung dinyatakan gagal, karena tinggi badan tidak sesuai. Tinggi badan di Ajen saya ukur 155,8 meter sementara sesuai syarat 163 meter. Tetapi saya akan siapkan diri lagi untuk tahun depan," ujar dia.
Namun belakangan, ia dipanggil oleh Komandan Kodim 1605/Belu Letkol Arh Suhardi, untuk menghadap ke Makodim Belu, Selasa (6/8) pagi. “Saya ditelepon tadi untuk menghadap Dandim Belu, tetapi saya belum tahu ketemu untuk apa,” kata Joni saat dihubungi dari Kupang, Selasa pagi.
Ia juga mengaku bahwa sudah dihubungi juga oleh Ajenrem Korem 161/Wira Sakti untuk segera berangkat kembali ke Kota Kupang untuk bertemu Ajenrem.
Ia belum mengetahui lebih lanjut soal alasan dipanggilnya ke Makorem 161/Wira Sakti Kupang untuk bertemu Ajenrem. “Mungkin setelah bertemu dengan Bapak Dandim baru saya bisa tahu alasan pemanggilan mereka,” ujar dia.
Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana Kolonel Inf Agung Udayana Kolonel Inf Agung Udayana mengatakan bahwa Yohanes Ande Kalla atau yang disapa Joni masih diberikan kesempatan untuk lanjut seleksi masuk menjadi prajurit TNI AD.
“Utamanya karena tinggi badan persyaratan minimal 163 cm, sedangkan daerah tertinggal seperti di wilayah NTT dengan ketentuan khusus 160 cm. Yang bersangkutan tingginya hanya 155,8 cm,” katanya dalam keterangan yang diterima di Kupang, Selasa.
Namun, ujar Kapendam, saat ini masih tahap administrasi, sehingga Joni masih diberikan kesempatan untuk kembali melanjutkan tes masuk TNI.
Kapendam mengatakan aksi heroik yang viral pada tahun 2018 lalu saat upacara peringatan HUT ke 73 RI di Desa Silawan dan kemudian mendapatkan piagam penghargaan dari Panglima TNI dan Mendikbud menjadi bahan pertimbangan untuk Joni lanjut tes seleksi TNI AD.
“Terkini, hal tersebut menjadi bahan pertimbangan pimpinan angkatan darat agar Joni bisa melanjutkan tes seleksi prajurit,” ujar dia.
Piagam penghargaan tersebut juga telah dilaporkan ke Mabesad, dan perintah dari Mabesad untuk diberikan kesempatan mengikuti tes. "Nanti kita gali apakah ada potensi-potensi yang lebih di bidang lainnya," ujarnya.
Kapendam mengatakan tes yang akan dijalani secara gambaran besar, meliputi tes kesehatan, postur, jasmani dan akademik sampai dengan psikotes. “Nantinya dari serangkaian tes tersebut apakah terdapat potensi yang sangat kuat sebagai keunggulan dari saudara Joni,” ujar dia.
Adapun proses seleksi dari Kodam IX/Udayana sudah dimulai pada Selasa (6/8). Dengan serangkaian tes yang sudah disiapkan untuk nantinya dilaporkan ke Mabes TNI AD selaku pengambil keputusan akhir.
"Nah, kalau memang ada poin-poin potensi yang bersangkutan sebagai keunggulan khusus yang bisa menutup kekurangan tadi, ya kita laporkan ke Mabesad. Oleh karenanya, Joni tetap diikutkan. Nanti kita nilai secara keseluruhannya, kemudian datanya kita sampaikan ke Mabesad. Mabesad yang berikan keputusan," ujar Kapendam.
Joni pun mengaku bahwa dia telah dihubungi untuk kembali ke Kupang untuk mengikuti serangkaian tes masuk. “Sekarang masih di Atambua, mungkin sebentar akan ke Kupang,” ujar dia singkat.