Rabu 07 Aug 2024 05:38 WIB

Siapa Yahya Sinwar, Mengapa Ia Dipilih Gantikan Ismail Haniyeh?

Penunjukkan Yahya Sinwar mengirimkan sinyal kuat ke Israel.

Yahya Sinwar, pemimpin Palestina Hamas di Jalur Gaza.
Foto:

Lahir pada 1962 di Khan Younis, Sinwar sering digambarkan sebagai salah satu pejabat tinggi Hamas yang paling tidak kenal kompromi. Dia ditangkap berulang kali oleh Israel pada awal tahun 1980an karena keterlibatannya dalam aktivisme anti-pendudukan di Universitas Islam di Gaza.

Setelah lulus, ia membantu membangun jaringan pejuang untuk melakukan perlawanan bersenjata melawan Israel. Kelompok tersebut kemudian menjadi Brigade Qassam, sayap militer Hamas. Sinwar bergabung dengan Hamas sebagai salah satu pemimpinnya segera setelah kelompok itu didirikan oleh Syekh Ahmad Yasin pada tahun 1987.

Tahun berikutnya, ia ditangkap oleh pasukan Israel dan dijatuhi empat hukuman seumur hidup – setara dengan 426 tahun penjara – karena tuduhan keterlibatan dalam penangkapan dan pembunuhan dua tentara Israel dan empat tersangka mata-mata Palestina. Dia menghabiskan 23 tahun di penjara Israel di mana dia belajar bahasa Ibrani dan menjadi ahli dalam urusan Israel dan politik dalam negeri.

Dia dibebaskan pada tahun 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang mencakup pembebasan tentara Israel Gilad Shalit, yang telah ditangkap oleh Hamas.

Setelah dibebaskan, Sinwar dengan cepat kembali naik pangkat di Hamas. Pada tahun 2012, ia terpilih menjadi anggota biro politik kelompok tersebut dan ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Brigade Qassam.

Dia memainkan peran utama politik dan militer selama tujuh minggu serangan Israel terhadap Gaza pada tahun 2014. Tahun berikutnya, Amerika Serikat mencap Sinwar sebagai “teroris global yang ditetapkan secara khusus”.

Pada tahun 2017, Sinwar menjadi ketua Hamas di Gaza, menggantikan Haniyeh, yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut. Berbeda dengan Haniyeh, yang telah melakukan perjalanan regional dan menyampaikan pidato selama perang yang berlanjut di Gaza, hingga pembunuhannya, Sinwar bungkam sejak 7 Oktober.

photo
foto Yahya Sinwar, pemimpin Palestina Hamas di Jalur Gaza, menyapa para pendukungnya di rapat umum menyusul gencatan senjata yang dicapai setelah perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel, Senin, 24 Mei 2021, di Kota Gaza, Jalur Gaza. - (AP/John Minchillo)

Namun dalam sebuah wawancara dengan Vice News pada tahun 2021, Sinwar mengatakan bahwa meskipun orang-orang Palestina tidak ingin berperang karena biayanya yang mahal, mereka tidak akan “mengibarkan bendera putih”. “Untuk waktu yang lama, kami melakukan perlawanan damai dan kerakyatan. Kami berharap dunia, masyarakat bebas dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan yang melakukan kejahatan dan pembantaian rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya diam dan menyaksikan,” katanya.

Sinwar kemungkinan menggambarkan Great March of Return, di mana warga Palestina melakukan protes setiap minggu selama berbulan-bulan di perbatasan Gaza pada tahun 2018 dan 2019, namun menghadapi tindakan keras Israel yang menewaskan lebih dari 220 orang dan melukai lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang taktik Hamas, termasuk menembakkan roket tanpa pandang bulu yang dapat membahayakan warga sipil, Sinwar mengatakan warga Palestina berperang dengan segala cara yang mereka miliki.

Dia menuduh Israel sengaja membunuh warga sipil Palestina secara massal, meski memiliki persenjataan canggih dan tepat sasaran. “Apakah dunia mengharapkan kita menjadi korban yang berkelakuan baik saat kita dibunuh, agar kita dibantai tanpa membuat keributan?” kata Sinwar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement