Kamis 01 Aug 2024 05:10 WIB

IISD: PP 28/2024 Larang Influencer Merokok di Media Sosial

Rokok juga dilarang dijual kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun.

Bea Cukai Blitar menindak 107 koli rokok ilegal berbagai merek tanpa dilekati pita cukai dalam bus antarkota.
Foto:

Di luar berbagai pengaturan progresif yang baik tersebut, ada beberapa hal yang masih menjadi catatan IISD yang menjadi kritik.

1. Masih dibolehkannya iklan rokok. Larangan iklan hanya berlaku di media sosial. Iklan di media lain masih diperbolehkan seperti di website dan platform internet lainnya. Iklan di televisi masih boleh ditayangkan pada pukul 22.00 hingga 05.00, (berubah 30 menit dari aturan sebelumnya). Larangan Iklan di Media Luar Ruang juga masih diperbolehkan meski dengan ketentuan tidak boleh ditempatkan dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

2. Salah satu faktor determinan  penyebab darurat rokok sedemikian  mencemaskan adalah 'sihir' iklan.  Berbagai evidensi menunjukkan iklan  adalah salah satu faktor yang  mempunyai pengaruh signifikan  menstimulasi anak muda merokok.  Dalam riset Indonesia Institute for  Social Development (IISD), 71%  Perokok Pelajar menyatakan bahwa  iklan rokok itu kreatif/inspiratif,  merangsang mereka untuk merokok. Di ASEAN, hanya Indonesia yang masih membolehkan iklan rokok. Sulit mengeliminir epidemi rokok tanpa kebijakan larangan iklan. gempuran iklan rokok mendistorsi  pemahaman publik, terutama pada  kelompok rentan (remaja dan anak- anak). Kesadaran publik yang terjerat  oleh citra yang dikonstruksi iklan tersebut membuat  mereka rela mengabaikan segala  dampak buruk yang terkandung  dalamnya.

3. Peringatan kesehatan hanya 50%. Sesuai Pasal 438 Ayat (4) huruf e, Pictorial health warning (PHW) pada kemasan rokok harus menempati 50 persen dari bagian atas kemasan sisi lebar depan dan belakang. Ketentuan ini hanya naik 10%. Sebagai informasi, dalam regulasi sebelumnya, PHW ditetapkan 40%. Padahal berbagai riset menunjukkan PHW hanya efektif dalam besaran diatas 80%.

Fanani mengatakan, "pengesahan PP 28 tahun 2024 ini tak serta merta menjadi akhir dari darurat candu tembakau. Tapi setidaknya ini menunjukkan kehendak baik dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi." Ia mengingatkan, "Beberapa aturan progresif dalam PP tersebut, seperti larangan Penjualan kepada orang di bawah 21 tahun, dan Larangan Penjualan eceran per batang, masih membutuhkan pengaturan teknis yang kompleks."

"Meskipun belum sempurna, mempertimbangkan proses politik dan tebalnya tantangan dari industri, merupakan titik capai yang patut disyukuri sebagai batu loncat untuk pengaturan yang lebih ketat."

Ia menegaskan pentingnya pengawalan terhadap implementasi PP Kesehatan ini agar semua pihak mematuhi aturan yang ditetapkan demi kesehatan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement