Sabtu 27 Jul 2024 11:24 WIB

Bullying dan Judi Online Jadi Kekerasan Digital pada Anak Paling Sering Muncul di Medsos

Kekerasan digital pada anak di Indonesia kian memprihatinkan.

Bullying (ilustrasi)
Foto: Republika
Bullying (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kekerasan digital pada anak di Indonesia kian memprihatinkan. Berdasarkan hasil riset Indonesia Indicator (i2), kasus kekerasan pada anak seperti perundungan (bullying), pedofilia, judi online, serta penipuan online merupakan bentuk kekerasan digital pada anak yang paling sering muncul di media sosial.

“Perundungan masih menjadi isu yang selalu muncul setiap bulannya, baik itu dalam bentuk cyber bullying maupun dalam bentuk kasus perundungan yang diviralkan di media sosial,” ungkap Direktur Indonesia Indicator (i2) Rustika Herlambang, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (26/7/2024).

Baca Juga

Melalui riset bertajuk ”Tren Kekerasan Digital pada Anak”, Indonesia Indicator mencatat, sepanjang 1 Januari hingga 21 Juli 2024, kekerasan digital pada anak di Indonesia menjadi salah satu isu yang diperbincangkan netizen (warganet). Menurut Rustika, jumlah unggahan kekerasan digital pada anak di media sosial mencapai 24.876 unggahan dengan jumlah tanggapan mencapai 3.004.014 enggagement.

’’Isu terbesar memperbincangkan soal bullying sebanyak 75.963 unggahan, pedofilia 14.227 unggahan, penipuan online 8.477 unggahan, judi online 5.021 unggahan, doxxing 763 unggahan, cyberstalking 611 unggahan. Grooming 603 unggahan dan revenge porn 205 unggahan,’’ papar Rustika.

Menurut Rustika, bullying pada anak menjadi isu yang paling banyak mendapat reaksi engagement netizen, mencapai 5.962.909. ’’Contoh kasus bullying yang paling menyita atensi netizen antara lain, video curhatan seorang anak perempuan berinisial Y yang kerap mendapat cemoohan teman-temannya 1.460.280 enggament, kasus bullying di sebuah sekolah di Serpong mencapai 23 ribu enggagement dan kasus cyberbullying anak sekolah makan di sebuah restoran cepat saji 649 engagement,’’ kata Rustika.

Rustika menambahkan, kondisi anak yang rentan terkena penipuan online di media sosial perlu menjadi atensi bersama. Riset menunjukkan, kasus penipuan online terhadap anak menempati urutan kedua dalam top engagement netizen, mencapai 912.325 enggagement. Sementara itu, pedofilia menjadi isu kekerasan digital pada anak dengan enggagement tertinggi ketiga, mencapai 145.730 dan judi online berada diposisi keempat dengan 65.255 engagement.

Hasil riset Indonesia Indicator ini sejalan dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahawa tren kekerasan terhadap anak cenderung menanjak dalam lima tahun terakhir.

Pada 2019, kasus cyberbullying mencapai 2.000 kasus, namun hingga pertengahan 2023 angkanya menyentuh lebih dari 4.000 kasus. Kasus eksploitasi seksual online yang melibatkan anak-anak juga mengalami lonjakan dari 1.200 kasus pada 2019 mencapai 1.200 kasus menjadi lebih dari 2.000 lebih kasus pada 2023.

Fakta tersebut sejalan dengan tren percakapan kekerasan digital di media sosial yang hampir selalu eksis sepanjang tahun 2024. Pada Februari 2024, ekspos perbincangannya melonjak hingga 7.000 lebih post karena viral kasus bullying di sebuah sekolah di Serpong, video kasus kekerasan fisik yang melibatkan sekelompok siswa tersebut akhirnya menyebar di media sosial. Pada bulan yang sama netizen juga menyoroti permintaan maaf Meta Facebook terkait kasus pelecehan anak di media sosial.

Pada Mei 2024, perbincangan soal pedofilia juga melonjak hampir menyentuh 5.000 post karena ramainya netizen yang curhat soal banyaknya kasus pedofilia yang dialami anak-anak. Salah satu yang viral yakni kasus anak usia 5 tahun di Pematangsiantar yang jadi korban pemerkosaan.

Sementara pada Juni 2024, netizen ramai memperbincangkan temuan kasus judi online yang melibatkan anak-anak. Dalam sebuah kasus viral yang dicuitkan netizen, ada orang tua yang mengalami kerugian hingga Rp 100 juta akibat judi online yang dilakukan anaknya.

Data KPAI mencatat fenomena judi online juga memberi dampak pada anak-anak di bawah umur. Sebanyak 80 anak berusia di bawah 10 tahun telah terpapar dan menjadi pemain judi online. Sementara anak berusia 10-20 tahun yang kecanduan judi online mencapai 440 ribu orang.

Peran Orang Tua

Menurut Rustika, tingginya kasus kekerasan digital pada anak terjadi akibat sebagian besar orang tua dan pengasuh belum menyadari risiko kekerasan digital dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melindungi anak-anak mereka. Oleh karena itu, kata dia, edukasi tentang penggunaan internet yang aman sangat penting untuk mencegah kekerasan digital.

“Aktivitas anak di dunia digital yang tidak mendapat pengawasan orang tua membuat kekerasan di dunia digital sulit dikontrol. Maka dari itu perlu adanya kesadaran agar orang tua untuk lebih aktif mengawasi aktivitas online anak-anak mereka dan memberikan pemahaman tentang penggunaan internet yang aman,” tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement