Selasa 23 Jul 2024 16:57 WIB

Kata Kepala Sekolah Tentang Penghapusan Jurusan IPA, IPS, Bahasa di Tingkat SMA

Kemendikbudristek mulai memberlakukan kebijakan ini pada tahun ajaran 2024/2025.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Mas Alamil Huda
Siswa mengurus berkas saat daftar ulang tahun ajaran baru di SMAN 9 Yogyakarta, Selasa (7/7).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Siswa mengurus berkas saat daftar ulang tahun ajaran baru di SMAN 9 Yogyakarta, Selasa (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA dinilai positif oleh sekolah di DIY. Meski Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mulai memberlakukan kebijakan ini secara nasional pada tahun ajaran 2024/2025, namun sekolah-sekolah di DIY sudah melaksanakan peniadaan jurusan ini selama dua tahun ini.

Baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta di DIY, sudah melaksanakan peniadaan jurusan ini sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Salah satunya SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (Muhi) yang sudah menerapkan peniadaan jurusan ini selama dua tahun terakhir.

Baca Juga

“Sudah mulai kita implementasikan. Kalau dari sisi kami pihak sekolah, itu siap-siap saja karena kurikulum itu dinamis. Perkembangan kurikulum itu kita pahami, pasti sudah berdasar analisis dari pakar di kementerian, dan siap kita implementasikan, di Muhi sudah kita laksanakan karena sudah Implementasi Kurikulum Merdeka,” kata Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Hery Nugroho kepada Republika, Selasa (23/7/2024).

Menurut Hery, siswa menjadi lebih fleksibel dalam mengambil mata pelajaran (mapel) dengan adanya peniadaan jurusan ini. Bahkan, dengan mapel yang bisa dipilih oleh siswa sesuai minat dan kemampuannya, juga membuat anak lebih fokus dalam mengikuti mapel yang diinginkan.

“Anak bisa lebih fokus terhadap pelajaran tertentu, tidak seluas dulu yang hanya IPA, IPS, Bahasa yang itu (tiap jurusan) ada banyak sekali pilihannya. Kalau IPA kan ada matematika, fisika, kimia, biologi. Kalau IPS itu ada sosiologi, antropologi, ekonomi,” ucap Hery.

Dengan peniadaan jurusan ini, pihaknya harus menyiapkan paket-paket mapel untuk dipilih siswa sesuai dengan minatnya. Pengelompokkan mapel ke dalam paket-paket ini juga berdasarkan program studi apa yang nantinya akan dipilih siswa untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

“Sekarang bisa lebih fokus dari sisi anak, tergantung mereka nanti di perguruan tinggi akan memilih prodi apa, itu (pilihan mapelnya) kan sudah disesuaikan. Misalnya di perguruan tinggi ingin masuk kedokteran, mapel pendukung apa yang dibutuhkan, dan itu kita siapkan,” jelasnya.

Pemilihan mapel ini juga dikomunikasikan dengan orang tua/wali siswa, termasuk dengan wali kelas dan guru bimbingan konseling. Dengan begitu, siswa tidak hanya memilih mapel sendiri, namun juga dikomunikasikan dengan berbagai pihak.

“Anak-anak lebih antisipatif juga sekarang. Kalau kondisi sekarang, anak dituntut sejak kelas 11 itu sudah harus mulai memilih dan memastikan mau ke perguruan tinggi mana, mau ke prodi atau bidang apa yang akan digeluti. Nanti pemilihan mapelnya sesuai dengan kebutuhan prodi yang akan diambil di perguruan tinggi,” ungkap Hery.

Meski sudah melaksanakan peniadaan jurusan ini, Hery menyebut masih ada kendala untuk menyediakan lebih banyak kelas dalam rangka melayani seluruh pilihan siswa. Terlebih, tidak semua kelas yang disediakan memiliki jumlah siswa yang sama.

“Tapi kita bersyukur sumber daya manusia (SDM) kita siap. Prinsipnya, anak-anak bisa kita layani walaupun dengan berbagai dinamika yang ada,” kata Hery.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement