Oleh Fitriyan Zamzami, Bambang Noroyono
REPUBLIKA.CO.ID, PUNCAK JAYA – Penembakan oleh TNI yang menewaskan tiga warga Distrik Mulia, Puncak Jaya di Papua Tengah sempat memicu kerusuhan berdarah pada Rabu (17/7/2024). Aparat berdalih bahwa yang mereka tewaskan adalah anggota kelompok separatis, Benarkah demikian?
Ada dua kronologis yang beredar soal kejadian ini. Yang pertama dari pihak aparat keamanan, dan yang lainnya dilansir kelompok masyarakat setempat.
Menurut kronologi yang diperoleh Republika dari warga setempat, pada Selasa (16/7/2024) militer Indonesia telah menembak mati tiga warga sipil sementara lainnya sedang mengalami luka tembak. Kejadian tersebut terjadi di Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya sekitar pukul 20.00 malam waktu setempat.
Penembakan itu mengakibatkan Tonda Wanimbo selaku kepala desa Kalome, Distrik Mepogolok meninggal dunia akibat mengalami luka tembak. Penembakan juga mengakibatkan kematian Pemerintah Murib selaku kepala desa Dokkome dan Dominus Enumbi seorang warga sipil yang tengah menyelesaikan kuliahnya di Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura. Sejumlah warga sipil setempat juga mengalami luka tembak namun belum diketahui identitas jelasnya.
Kejadian itu bermula saat seorang komandan TPNPB, Terinus Enembuni yang bermarkas di Nusineri memasuki Distrik Mulia untuk membeli rokok, Ketika berada di wilayah Karubate, keberadaannya terendus militer Indonesia. Prajurit kemudian melakukan pengejaran terhadap Terinus Enumbi dengan menggunakan tiga mobil.
Tepat di depan SD YPPG Distrik Mulia, prajurit TNI langsung melakukan penembakan terhadap Mayor Terinus Enumbi dari jarak 50 meter. Terinus Enumbi hanya terserempet di bagian kepala, badan, serta kaki dan akhirnya melarikan diri. Namun, tembakan dari tentara Indonesia justru mengakibatkan tiga warga sipil meninggal dunia di tempat kejadian di sekitar pukul 20.10 WIT.
Menyusul kejadian itu, warga setempat meradang dan melakukan aksi kerusuhan. Sejumlah kendaraan di bakar, dan warga pendatang dikabarkan menjadi korban. Konflik antara warga lokal dan pendatang sejauh ini sudah dimediasi, namun keluarga korban tetap menuntut pertanggungjawaban TNI.
Sementara pada Rabu (17/7/2024), Kodam XVII Cenderawasih melaporkan terjadinya kontak tembak antara kelompok separatis bersenjata dengan personel Satgas Yonif Raider Khusus (RK) 753/Arga Vira Tama di Puncak Jaya. Kontak tembak tersebut, terjadi setelah TNI menerima informasi pentolan separatis Teranus Enumbi bersama kelompoknya memasuki Kampung Karubate, di Distrik Muara.
Dari kontak tembak tersebut, TNI mengeklaim menembak mati tiga anggota separatis. “Tiga terduga OPM yang tewas tersebut adalah SS (33 tahun), YW (41), dan DW (36),” begitu kata Kapendam Cenderawasih Letnan Kolonel (Letkol) Chandra Kurniawan.
Dari kontak tembak tersebut, kata Letkol Chandra, menemukan bukti ketiga yang tewas itu adalah anggota separatis karena ditemukan adanya senjata api. Sementara pemimpin ketiganya, Teranus Enumbi lolos dan kabur ke dalam hutan.
Kata Letkol Chandra, Teranus Enumbi tercatat memiliki rekam jejak separatisme dan kriminalitas. Seperti penembakan, dan pembacokan teradap warga biasa dari kalangan pendatang, dan juga menyasar prajurit-prajurit TNI. Pada 19 Maret 2024 lalu, kata Letkol Chandra, Teranus Enumbi membacok Sertu Ismunandar, dan Serka Salim.
Terkait dengan penembakan tiga terduga separatis itu, evakuasi yang dilakukan TNI membawa ketiga jenazah ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mulia di Puncak Jaya. Akan tetapi, setelah penembakan oleh TNI terhadap tiga terduga OPM tersebut, terjadi insiden kerusuhan. Sejumlah warga asli Papua menyerang posko, dan kendaraan-kendaraan militer serta kepolisian. Sejumlah kendaraan, dan posko aparat keamanan setempat dibakar. Penyerangan oleh orang-orang asli Papua (OAP) itu juga menyasar ke ruko-ruko milik warga pendatang.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) Sebby Sambom menegaskan, yang dibunuh oleh militer Indonesia tersebut adalah masyarakat sipil. Pembunuhan tersebut memicu gelombang kerusuhan antara warga pendatang, dan masyarakat asli yang akhirnya juga menghilangkan warga sipil.
“Mereka (yang ditembak TNI) warga sipil. Tiga ditembak, dan yang lainnya menderita luka tembak,” begitu kata Sebby saat dihubungi Republika dari Jakarta, Kamis (18/7/2024). TPNPB-OPM, kata Sebby menegaskan, tak ada kaitannya dengan aksi bentrok sesama sipil, pascapenembakan yang dilakukan oleh TNI tersebut. “Warga pendatang yang dibunuh oleh masyarakat sipil Puncak Papua, sebagai balasan. Kami TPNPB-OPM tidak ikut terlibat aksi spontanitas itu,” begitu kata Sebby.
Kesaksian keluarga... baca halaman selanjutnya