REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan kembali tuntutannya untuk gencatan senjata di Jalur Gaza. Menurut dia, situasi kemanusiaan di daerah kantong Palestina itu merupakan "noda moral bagi kita semua".
Guterres mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh kepala stafnya, Courtenay Rattray, bahwa ada kebutuhan untuk melakukan gencatan senjata kemanusiaan segera dan pembebasan semua sandera tanpa syarat. Pernyataan tersebut dibacakan dalam pertemuan terkait Timur Tengah yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Guterres mencatat bahwa perundingan dengan Mesir, Qatar, dan AS untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan sandera terus berlanjut dengan beberapa kemajuan yang dilaporkan.
"Semua pihak harus mencapai kesepakatan tersebut sekarang. Situasi kemanusiaan di Gaza adalah noda moral bagi kita semua," kata kepala PBB itu.
Dia memperingatkan sistem dukungan kemanusiaan di Gaza hampir runtuh dan ketertiban umum hancur total. Beralih ke situasi di Tepi Barat, kepala PBB itu mengatakan bahwa wilayah tersebut dan Yerusalem Timur menghadapi kondisi yang berbahaya.
"Tingkat kekerasan yang tinggi masih terjadi -- termasuk yang dilakukan pasukan keamanan Israel, para pemukim, dan kelompok bersenjata Palestina," kata Guterres.
Dia juga mendesak diakhirinya konflik dan solusi untuk mengakhiri pendudukan Israel. "Perang yang mengerikan ini harus diakhiri," kata Guterres. "Kita harus kembali fokus menemukan solusi politik yang akan mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan konflik sesuai dengan hukum internasional, dan resolusi PBB yang relevan," ujarnya.
Karena mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal mereka yang terus berlanjut di Gaza sejak 7 Oktober. Hampir 38.800 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas, dengan lebih dari 89.100 lainnya luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan. Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.