REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sejumlah negara yang tergabung dalam BRICS abstain saat Majelis Umum PBB pada Kamis (11/7/2024), mengambil keputusan resolusi yang mendesak Rusia segera menarik pasukannya dari reaktor nuklir Zaporizhzhia di Ukraina. Seperti dilaporkan PTI dilansir India Today, dari 193 anggota PBB, sebanyak 99 negara mendukung resolusi, sembilan menolak, dan 60 abstain.
Negara-negara yang abstain termasuk Arab Saudi, India, Bangladesh, Bhutan, China, Egypt, Nepal, Pakistan, Afrika Selatan, dan Sri Lanka. Adapun, mereka yang menolak yakni Belarusia, Kuba, Korea Utara, dan Suriah.
Resolusi yang juga meminta Rusia mengakhiri agresi mereka di Ukraina di-voting beberapa hari setelah Perdana Menteri India Narendra Modi mengunjungi Moskow dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam pertemuan keduanya, Modi sempat menyoroti dampak dua tahun perang Ukraina, termasuk korban jiwa dari kalangan anak-anak.
Resolusi berjudul 'Keselamatan dan Keamanan dari fasilitas nuklir di Ukraina, termasuk reaktor Zaporizhzhia' menuntut Rusia, "segera menghentikan agresi mereka terhadap Ukraina dan menarik semua kekuatan militer tanpa syarat dari wilayah Ukraina yang batasnya diakui secara internasional".
Resolusi PBB juga menuntut Rusia segera menarik militer dan personel tak resmi dari reaktor Zaporizhzhia dan segera menyerahkan reaktor itu kepada Ukraina untuk memastikan keselamatan dan keamanan fasilitas reaktor nuklir tersebut. Rusia juga diminta menghentikan segera serangan terhadap infrastruktur energi Rusia.
Draf resolusi disodorkan oleh Ukraina dan didukung lebih dari 50 negara termasuk, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Sebelum voting, Wakil Rusia di PBB, Dmitry Polyanskiy mengkritisi Majelis Umum PBB yang mengadopsi banyak resolusi yang bersifat non-konsensual, dipolitisasi, dan tidak merefleksikan realitas.
"Jangan salah, para (negara) pendukung resolusi hari ini akan dinilai sebagai bukti dukungan atas eskalasi lanjutan konflik Ukraina yang merugikan sebagian komunitas internasional yang menginginkan kedamaian, solusi jangka panjang dan berkelanjutan atas konflik," kata Polyanskiy.