REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Mantan wakil perdana menteri Israel Avigdor Lieberman meramalkan bubarnya Israel pada 2026. Hal itu akan terjadi jika koalisi sayap kanan yang berkuasa saat ini meneruskan pemerintahan mereka hingga saat itu.
Pemimpin partai Yisrael Beiteinu itu dengan keras mengkritik manajemen pemerintah saat ini dalam perang di Jalur Gaza dan kegagalannya mencegah serangan 7 Oktober. Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh surat kabar Maariv pada Jumat, Lieberman mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memimpin Israel menuju kehancuran dan tidak tahu bagaimana mengelola kondisi terkini.
Ia menambahkan bahwa Netanyahu kini hanya berusaha memastikan bahwa ia tetap berkuasa selama mungkin. Dia mengatakan bahwa Israel sedang menghadapi apa yang disebutnya sebagai ancaman eksistensial, dan sedang mengalami krisis multidimensi, politik, ekonomi dan keamanan, yang merupakan krisis terbesar sejak berdirinya negara tersebut.
Mantan menteri pertahanan dan menteri keuangan itu juga mengatakan bahwa seluruh tingkat politik di Israel sedang sakit, dan menekankan bahwa lobi-lobi kepentingan lebih unggul saat ini.
Dia menganggap Netanyahu sebagian besar bertanggung jawab atas serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023 lalu. Ia menuding Netanyahu telah memberikan kekuatan kepada Hamas selama bertahun-tahun dalam kehidupan politiknya.
Lieberman percaya bahwa serangan 7 Oktober tidak akan terjadi jika para pejabat di pemerintahan saat ini berpikir "di luar kebiasaan". Lieberman sebelumnya telah meminta pemerintahan Netanyahu untuk mundur, dengan mengatakan bahwa menyingkirkan pemimpinnya akan menjadi hadiah bagi Israel.
Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri didukung koalisi paling kanan dalam sejarah Israel sejak akhir 2022. Sejak itu, sejumlah kebijakan provokatif ia terapkan. Diantaranya perluasan besar-besaran pemukiman ilegal di Tepi Barat, serta penyerangan reguler di wilayah yang diduduki tersebut.
Menteri-menteri sayap kanannya juga kerap melakukan provokasi dengan menerabas kompleks Masjid al-Aqsa. Berbagai kebijakan itu akhirnya ditanggapi para pejuang Palestina yang diujungtombaki Hamas dengan serangan ke selatan Israel.
Serangan pejuang Palestina tersebut menerobos pagar canggih Israel dan berhasil mengelabui sistem pertahanan lainnya. Serangan itu juga merusak persepsi bahwa negara Israel dengan kedigdayaan militernya tak bisa dikalahkan.
Pemerintah Israel mengeklaim 1.200 orang termasuk ratusan anggota militer ditewaskan pejuang Palestina dalam serangan mendadak itu. Namun, media israel Haaretz mengungkapkan bahwa Israel menerapkan Protokol Hannibal untuk melakukan segala hal mencegah tawanan dibawa ke Gaza. Sebagian yang tewas itu hari diyakini akibat kebijakan ini. Sekitar 250 orang juga berhasil ditawan pejuang Palestina.
Militer membalas dengan brutal serangan itu dengan melakukan genosida di Jalur Gaza. Sejauh ini sekitar 38.300 warga Palestina syahid akibat pembalasan itu, sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Kebrutalan itu memicu sentimen pro-Palestina di seantero dunia. Lebih dari sepuluh negara telah mengakui kedaulatan Palestina sejak perang berkecamuk, enam diantaranya negara Eropa yang sejak lama cenderung pro-Israel.
Akibat tindakan brutal Israel di Jalur Gaza, negara itu juga mendapat serangan dari berbagai front. Diantaranya dari Hizbullah di Lebanon yang menyebabkan puluhan ribu warga Israel mengungsi dari utara. Selain itu ada juga serangan sporadis dari Suriah, Irak, dan Iran.
Sementara dari Yaman, kelompok Houthi menyerang kapal-kapal yang menuju Israel, menimbulkan kerugian parah pada perekonomian negara Zionis tersebut.
Perlawanan pejuang Palestina di Gaza juga belum bisa dilumpuhkan setelah dibombardir selama sembilan bulan, Di Tepi Barat, perlawanan pejuang Palestina juga kian gencar.