Sebelumnya, Pelabuhan Eilat di Israel telah meminta pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan karena pelabuhan tersebut tidak aktif sejak negara penjajah melancarkan perang terbarunya di Gaza. Dalam pertemuan dengan Komite Urusan Ekonomi Knesset pada 3 Juli lalu, CEO Pelabuhan Eilat, Gideon Golber, mengatakan, “Pelabuhan tersebut tidak beroperasi selama delapan bulan karena serangan, yang berarti tidak ada pendapatan.”
Kapal-kapal yang menuju ke Eilat tidak dapat mengakses Laut Merah akibat kelompok Houthi Yaman, yang bersumpah akan menyerang kapal-kapal yang terkait dengan Israel untuk mendukung warga Palestina di Gaza. Umm Al-Rashrash (Eilat) juga mendapat serangan rudal dan drone dari Yaman.
The Palestine Chronicle melansir, pada Desember, Golber mengatakan bahwa terjadi penurunan operasi sebesar 85 persen sejak Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) memulai serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Dia mengindikasikan pada saat itu bahwa Pelabuhan Eilat mungkin perlu memberhentikan sementara karyawannya jika situasi terus berlanjut.
Pada Maret, manajemen pelabuhan mengumumkan bahwa mereka bermaksud memecat setengah dari 120 karyawannya sebagai akibat dari penurunan tingkat operasionalnya.
Eilat, yang terutama menangani impor mobil dan ekspor kalium yang berasal dari Laut Mati, ukurannya tidak seberapa dibandingkan dengan pelabuhan Mediterania Israel di Haifa dan Ashdod, yang menangani hampir seluruh perdagangan negara tersebut.