REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur utama DEFEND ID, Bobby Rasyidin angkat bicara mengenai impor senjata yang masih dilakukan oleh pemerintah RI. Bobby mengakui industri pertahanan dalam negeri perlu waktu untuk memenuhi kebutuhan nasional sekaligus mengurangi impor.
Hal itu disampaikan oleh Bobby dalam sesi pertemuan dengan media di kawasan GBK Jakarta pada Senin (1/7/2024). Bobby mengakui industri pertahanan tergolong teknologi tinggi.
"Tentunya yang namanya ini industri berbasiskan teknologi tinggi, tentu tidak bisa langsung kuasai semuanya serta merta dalam satu waktu," kata Bobby kepada wartawan, Senin (1/7/2024).
Bobby menjelaskan industri pertahanan dalam negeri perlu waktu untuk mempelajari teknologi maju itu. Sehingga diharapkan ke depannya dapat mengurangi impor bidang pertahanan.
"Contohnya di PT DI kuasai dulu teknologi pesawat angkut sebelum jadi (pesawat) fighter...Jadi kita tidak bisa tiba-tiba lompat, Sehingga dalam perjalanan ini masih ada sesuatu yang kita impor," ujar Bobby.
Bobby meyakini industri pertahanan dalam negeri sudah berkembang ke arah positif. Oleh karena itu, industri pertahanan dalam negeri dapat memasok kebutuhan dalam jumlah cukup tinggi.
"Tapi kalau kita lihat sekarang misalnya kebutuhannya itu 100, sekarang kita sudah di tahap 40-50 pemenuhan dalam negeri yang dari industri kita semua," ucap Bobby.
Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS), yang ditelusuri Republika mengungkap salah satu yang diimpor dari Israel ternyata adalah senjata dan amunisi. Padahal banyak lembaga kemanusiaan di luar negeri mendesak dihentikannya pengiriman dan pembelian senjata dengan Israel sejak serangan brutal negara Zionis itu ke Palestina pada Oktober 2023.
Berdasarkan manifes ekspor-impor; Amunisi, Senjata dan yang Terkait Dengannya dicatat dengan kode HS 93. Sepanjang 2023, Indonesia mengimpor komoditas itu dari Israel dengan jumlah 14.821 dolar AS. Sementara sepanjang Januari-April 2023, angkanya senilai 6.548 dolar AS.
Sepanjang Januari-April 2024, angka impornya naik dari periode yang sama tahun lalu menjadi 8.047 dolar AS. Dalam skala ekspor impor, angka itu bukan jumlah yang signifikan. Sehingga diduga pengimpor bisa jadi adalah perorangan.