Selasa 18 Jun 2024 08:46 WIB

Survei Global Buktikan Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel Masif, Indonesia Tiga Besar

Berdasarkan survei, satu dari tiga orang memboikot produk terafiliasi Israel.

Boikot produk Israel.
Foto:

Pada Maret, raksasa retail Alshaya Group, yang memiliki hak membuka gerai-gerai Starbucks di Timur Tengah, memutuskan memecat hingga 2.000 staf mereka di kawasan itu dan di Afrika Utara atau empat persen dari total jumlah pekerja mereka. Pemecatan itu sebagai dampak aksi boikot.

Kinerja waralaba minuman Starbucks secara global pun mengalami penurunan selama kuartal I/2024. Laba perusahaan kedai kopi terbesar di dunia tersebut mencapai 772,4 juta dolar AS atau sekitar Rp12,5 triliun atau turun 15 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy).

Saham Starbucks turun lebih dari 12 persen pada Rabu (1/5/2024). Menghadapi kondisi yang terus memburuk, Starbucks langsung menyusun rencana perubahan yang melibatkan layanan yang lebih cepat dan memperluas jumlah promosi. 

“Biar saya perjelas dari awal, kinerja kami pada kuartal ini mengecewakan,” kata CEO Laxman Narasimhan saat mengomentari perihal laporan keuangan Starbucks, dikutip Kamis (2/5/2024). 

Di AS, penjualan turun lebih dari 3 persen, berbanding terbalik dengan pencapaian di tahun lalu yang tumbuh 12 persen. Hal serupa pun terjadi di China, penjualan turun drastis sebesar 11 persen dan perusahaan menyalahkan persaingan dari “pemain nilai” di negara tersebut. 

Secara total, pendapatan Starbucks secara global turun hampir 2 persen menjadi 8,56 miliar dolar AS, berada di bawah ekspektasi para analis. Starbucks kini memperkirakan pendapatannya akan tumbuh hanya satu digit, penurunan tajam dari perkiraan sebelumnya sebesar 7 persen hingga 10 persen. 

“Kami menghadapi kondisi yang sangat terpuruk, hambatan yang dibahas pada kuartal lalu terus berlanjut di sejumlah pasar utama, kami terus merasakan dampak dari konsumen yang lebih berhati-hati, terutama konsumen kami yang lebih jarang (karena boikot) dan prospek ekonomi yang memburuk telah membebani daya beli konsumen dan dampaknya terasa secara luas di seluruh industri," terangnya.

Adapun, sejumlah perubahan yang akan dilakukan oleh Starbucks adalah dengan menarik dan mendorong pelanggan bertransaksi menggunakan aplikasi Starbucks dengan berbagai promo baru dan akan segera memperbaiki fitur yang tersedia sekarang. Narasimhan mengatakan  meskipun pesanan secara daring melalui ponsel cukup kuat, namun seringkali pelanggan yang menggunakan fitur ini hanya “memasukkan barang ke keranjang mereka dan terkadang memilih untuk tidak menyelesaikan pesanan mereka, dengan alasan waktu tunggu yang lama untuk produk dan ketersediaan.”

Terakhir, Starbucks melihat peluang pada pelayanan malam hari. Sebuah program percontohan untuk melayani pelanggan dari jam 5 sore hingga jam 5 pagi, ketika kafe-kafe biasanya tutup, berhasil melipatgandakan bisnisnya dan membayangkan bisnis senilai 2 miliar dolar AS selama lima tahun ke depan. 

“Seperti yang Anda lihat, ada permintaan yang signifikan di pagi hari dan potensi lebih besar lagi di sore hari, malam hari, dan akhir pekan yang belum kami sadari. Kami juga akan mempercepat mesin eksekusi kami untuk memenuhi hal tersebut," kata dia.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement