REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Judi online menjadi sorotan dalam sepekan terakhir di Indonesia. Selain menjangkiti warga, judi online juga sudah masuk ke aparat hukum. Sejumlah kasus yang melibatkan anggota Polri dan TNI terlibat judi online mulai diungkap oleh instansi masing-masing.
Dahsyatnya lalu lintas uang di judi online Indonesia pun ikut ditelisik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada pekan lalu anggota Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah di dalam satu diskusi mengungkapkan jumlah transaksi keuangan mencurigakan dari perjudian online sudah mencapai Rp 600 triliun hanya pada tiga bulan pertama 2024!
Jumlah pelaporannya pun sudah meningkat dua kali lipat dari tahun lalu. Pelaporan terkait transaksi perjudian 2023 mencapai 11.222 pelaporan sementara tahun ini sudah 24.850 pelaporan.
Ironisnya, 'omset' perjudian online Indonesia ini melesat daripada perjudian legal yang berada di negara tetangga. Tercatat paling tidak ada tiga lokasi perjudian legal di sekitar Indonesia, yakni: Genting kasino di Malaysia, Genting kasino di Singapura, dan kasino di Makau.
Ketiga lokasi perjudian ini secara berkala melaporkan pendapatan mereka. Mengutip dari siaran pers resmi Grup Genting Malaysia dan Singapura yang juga dikutip oleh World Casino News, Genting kasino di Malaysia misalnya, melaporkan hingga triwulan 1 2024 pendapatan mereka sudah mencapai 423 juta dolar AS atau sekitar Rp 6,9 triliun. Pendapatan ini melonjak sekitar 20 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Sementara Genting Singapura juga demikian. Kasino yang dimiliki oleh grup kasino di Las Vegas ini mencatat pendapatan hingga triwulan 1 2024 sebesar 425 juta dolar AS atau Rp 7 triliun. Angka ini diklaim sudah mencapai level sebelum pagebluk Covid-19 melanda di Asia Tenggara.
Pendapatan tertinggi datang dari industri kasino di Makau. Menurut laporan Bloomberg di awal Mei, sudah mencapai 2,5 miliar dolar AS. Jumlah ini setara dengan Rp 41,2 triliun.
Ketiga lokasi perjudian tersebut di atas adalah lokasi perjudian legal yang disetujui oleh pemerintah negara masing-masing. Dalam konteks tersebut maka perbandingan dengan Indonesia memang berbeda, karena di Indonesia tidak ada perjudian yang disetujui oleh pemerintah. Angka yang dipaparkan PPATK pun berupa angka lalu lintas transaksi mencurigakan yang didapat dari perjudian online. PPATK pernah menyebut bahwa angka perjudian online Indonesia marak menggunakan fasilitas dompet digital.
Namun kalau melihat dari besaran uang yang terlibat di dalamnya, maka level perjudian online di Indonesia sudah amat besar. Bahkan mencapai lebih 10 kali lipat dari perjudian terbesar di Asia Tenggara, misalnya. Kalaupun omset perjudian di Singapura, Malaysia, dan Makau digabung pun, jumlahnya belum bisa mengalahkan level perjudian online di Indonesia.
Pemerintah Indonesia terlihat kesulitan memberantas praktek judi online ini. Terbukti angka lalu lintas transaksinya saban tahun makin besar. Aparat hukum pun terlihat tidak berdaya karena hanya bisa menangkap bandar--bandar judi online kelas kecil.
Demikian pula Kemenkominfo selaku regulator yang tidak mampu memotong internet yang digunakan bandar judi online. Kemenkominfo terkesan tidak memiliki solusi tepat, meskipun sering melaporkan menutup ribuan website judi online, tapi website serupa terus bebas bermunculan.
Akhir pekan kemarin, Presiden Joko Widodo membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online, yang dipimpin oleh Menko Polhukam. Sebelumnya pemerintah mengkaji akan memberikan bantuan sosial bagi pelaku judi online yang masuk kategori rakyat miskin.