REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyambut langkah Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza yang disusun dan diajukan Amerika Serikat (AS). Itu menjadi resolusi pertama Dewan Keamanan yang mendukung penghentian pertempuran antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina di Gaza.
“Adopsi Resolusi DKPBB 2735 (2024) terkait proposal tiga-fase gencatan senjata merupakan langkah yang sudah lama tertunda, namun penting untuk menghentikan kekejaman terhadap rakyat Palestina serta mewujudkan gencatan senjata segera dan permanen di Gaza,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI lewat akun X resminya, Selasa (11/6/2024).
Indonesia mendesak semua pihak terlibat untuk mencapai gencatan senjata sesegera mungkin. Hal itu guna memastikan gencatan senjata yang langgeng, tersalurkannya bantuan segera bagi rakyat Palestina, serta membuka jalan menuju implementasi solusi dua negara.
Pada Senin (10/6/2024) lalu, Dewan Keamanan PBB berhasil mengadopsi resolusi gencatan senjata yang disusun AS. Rancangan resolusi disahkan setelah memperoleh dukungan 14 negara anggota. Sementara satu negara anggota lainnya, yakni Rusia, memilih abstain.
Terdapat tiga fase dalam proposal gencatan senjata yang disusun AS. Fase pertama mencakup gencatan senjata segera, penuh, dan menyeluruh. Hal itu diikuti dengan pembebasan sandera, termasuk perempuan, lansia, dan yang terluka oleh kelompok perlawanan Palestina di Gaza.
Pasukan Israel juga diserukan untuk menarik diri dari daerah berpenduduk di Gaza. Dengan demikian warga Palestina dapat pulang ke rumah dan lingkungan mereka, termasuk di wilayah utara. Proses pengiriman bantuan kemanusiaan juga dilakukan dalam fase pertama.
Sementara itu fase kedua akan mengakhiri permusuhan secara permanen. Imbalannya, kelompok perlawanan Palestina di Gaza harus membebaskan seluruh warga Israel yang masih disandera. Pada fase ini, pasukan Israel juga harus angkat kaki sepenuhnya dari Gaza.
Kemudian fase terakhir adalah dilakukannya reskonstruksi besar-besaran di Gaza. Konflik yang dimulai sejak Oktober tahun lalu diketahui telah menyebabkan berbagai infrastruktur di Gaza porak poranda. Sejauh ini lebih dari 36 ribu warga Gaza telah terbunuh akibat serangan Israel.