REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, penerapan kewarganegaraan ganda bagi diaspora masih terlalu jauh untuk diterapkan di Indonesia karena harus mengubah undang-undang (UU) terlebih dulu.
Diaspora Indonesia meliputi warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, eks WNI, orang-orang yang memiliki garis keturunan Indonesia, dan warga negara asing (WNA) yang telah menetap lama di Indonesia.
Baca: Kepala Bakamla Dorong Terbentuknya ASEAN Coast Guard
"Tapi sekarang kiatnya kita meniru India yang memberikan visa seumur hidup kepada diaspora mereka, hanya saja mereka tidak bisa ikut berpolitik," kata Luhut dalam acara Ngobrol Seru di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Luhut mengatakan, pemerintah juga telah memberlakukan golden visa kepada diaspora Indonesia yang dianggap berkontribusi terhadap perekonomian dan kemajuan Indonesia. Tak hanya itu, ia menyebut pemerintah juga sedang mempertimbangkan untuk membentuk regulasi tentang kantor keluarga atau family office-sebuah perusahaan swasta yang dirancang untuk mengurus dan mengelola kekayaan keluarga kaya.
Baca: Perkuat Kerja Sama Pertahanan, Prabowo Bertemu PM Singapura
Family office biasanya menyediakan berbagai layanan, seperti manajemen investasi, perencanaan keuangan, dan perencanaan pajak. Menurut Luhut, di family office, investor asing dapat menaruh uang mereka tanpa dikenakan pajak, dan hanya investasi mereka yang akan dikenakan pajak.
UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa status kewarganegaraan ganda diberlakukan secara terbatas, yakni kepada anak yang lahir di luar wilayah Indonesia hasil perkawinan campuran WNI dan WNA. Namun, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda wajib memilih salah satu kewarganegaraannya setelah mencapai usia 18 tahun atau sudah kawin.