REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra merespons Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang bersalaman dan berangkulan di Istana Negara Jakarta, Senin (27/5/2024). Keduanya menghadiri acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit 2024 dan Peluncuran GovTech Indonesia.
Keakraban kedua petinggi instansi hukum itu menyita atensi publik di tengah isu penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah oleh anggota Densus 88. Saat ini, Jampidsus Febrie Adriansyah tengah membongkar dugaan mega korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Azmi menilai salaman itu adalah komunikasi sekaligus etika sesama pejabat untuk menjaga hubungan lembaga hukum. Menurutnya, para pejabat itu tidak ingin membuat suasana kurang elok di ruang publik sekalipun ada cerita yang belum tuntas di balik salaman.
"Ada peristiwa yang berisi perbuatan atau keadaan, di mana oknum anggota kepolisian yang menguntit Jampidsus Kejaksaan Agung atau kejadian tertentu yang bisa dilihat dan diakses publik di Gedung Kejaksaan Agung," kata Azmi kepada Republika, Selasa (28/5/2024).
Azmi memandang isu ini menjadi catatan tersendiri kalau Kapolri dan Jaksa Agung tak mengklarifikasinya. Padahal Azmi merasa perlu ada yang disanksi bagi pelaku menyalahgunakan kewenangan.
"Karena tidak mungkin anak buah di sebuah institusi berani jika tidak ada yang menggerakkan, memerintahkan. Akan banyak yang tidak percaya jika oknum anggota Densus tersebut jadi pelaku tunggal, pasti ada pelaku intelektualnya kecuali kalau mau dijadikan 'tumbal' atas nama memakai cap dan yang terpenting terlihat proses hukum di negara hukum," ujar Azmi.
Advertisement