Jumat 17 May 2024 08:00 WIB

Komisi X Bentuk Panja: Anggaran Besar, Mengapa Biaya Pendidikan Kian Mahal?

Tahun ini ada Rp 665 triliun dari APBN yang dialokasikan untuk membiayai pendidikan.

Seratus lebih mahasiswa ITB berdemonstrasi menolak penggunaan aplikasi pinjaman online untuk program biaya kuliah mahasiswa yang kesulitan membayar UKT di depan Gedung Rektorat ITB, Senin (29/1/2024).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Seratus lebih mahasiswa ITB berdemonstrasi menolak penggunaan aplikasi pinjaman online untuk program biaya kuliah mahasiswa yang kesulitan membayar UKT di depan Gedung Rektorat ITB, Senin (29/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyaknya keluhan biaya pendidikan yang kian mahal menjadi anomali di tengah besarnya anggaran untuk pendidikan yang dialokasikan dari APBN. Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan berinisiatif membentuk Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan untuk memastikan biaya pendidikan di Indonesia terjangkau masyarakat.

“Akhir-akhir ini mahasiswa maupun orang tua mahasiswa mengeluhkan tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai kampus negeri. Selain itu wali murid juga banyak merasa keberatan akan adanya berbagai biaya sekolah negeri dengan bungkus uang komite, uang kegiatan, hingga sumbangan tanpa ikatan. Kami ingin mengetahui pengelolaan biaya pendidikan oleh pemerintah sehingga memutuskan membentuk panitia kerja,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Jumat (17/5/2024).  

Baca Juga

Huda menjelaskan, Indonesia telah menerapkan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan. Tahun ini saja ada Rp 665 triliun dari APBN yang dialokasikan untuk membiayai pendidikan. “Maka agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari kian meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar,” katanya. 

Dia tidak ingin ada pandangan jika pemerintah lepas tangan dalam memberikan layanan pendidikan tinggi di masyarakat kian menguat. Meskipun pendidikan tinggi bersifat tersier, namun saat ini sangat dibutuhkan mengingat Indonesia mempunyai target mewujudkan Indonesia Emas di 2045. 

“Mayoritas mahasiswa saat berdialog dengan kami punya pandangan jika pemerintah lepas tangan untuk layanan pendidikan tinggi. Kami tidak ingin pandangan tersebut menjadi persepsi umum publik, karena memang anggaran pendidikan kita dari APBN sebenarnya relatif besar,” kata. 

Panja Biaya Pendidikan, kata Huda, akan memanggil para pemangku kepentingan pengelola anggaran pendidikan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemendikbudristek, Bappenas, hingga pemerintah daerah. Diharapkan dari pertemuan tersebut diketahui faktor-faktor yang membuat biaya pendidikan di Indonesia kian hari kian mahal.

“Anggaran pendidikan kita tahun ini saja sekitar Rp 665 triliun. Anggaran ini kemudian didistribusikan ke kementerian/lembaga termasuk ke pemerintah daerah. Maka di sini penting untuk diketahui apakah semua lembaga yang mengelola anggaran pendidikan ini telah sesuai kebutuhan di lapangan atau memang ada perlu perbaikan. Baik terkait pola distribusi, pola pengelolaan, hingga penentuan sasaran,” katanya. 

Politisi PKB ini menegaskan, Panja Biaya Pendidikan merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan DPR terhadap pengelolaan anggaran pendidikan oleh pemerintah. Menurutnya, Panja Biaya Pendidikan akan menghasilkan rekomendasi pengelolaan anggaran pendidikan yang lebih efektif dan efisien.

“Kami berharap hasil atau rekomendasi dari Panja Biaya Pendidikan ini menjadi asumsi dasar pengelolaan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2025. Dengan demikian tahun depan kita sudah bisa punya skema pengelolaan biaya pendidikan yang bisa memastikan layanan pendidikan murah dan berkualitas,” ujar Huda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement