REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta pemerintah daerah dan satuan pendidikan untuk memprioritaskan keselamatan murid dalam semua bentuk pembelajaran yang dilakukan. Kejadian bus rombongan SMK Lingga Kencana diharapkan dapat menjadi perhatian seluruh pihak untuk menciptakan pembelajaran yang aman dan nyaman.
“Kemendikbudristek terus mendorong pemerintah daerah dan satuan pendidikan untuk memprioritaskan keselamatan murid dalam semua bentuk pembelajaran yang dilakukan,” kata Plh Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendkbudristek Anang Ristanto, Selasa (14/5/2024).
Anang mengatakan, Kemendikbudristek menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh warga sekolah yang kehilangan dan terkena dampak atas kejadian yang memilukan itu. Pihaknya terus berkooordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan SMK Lingga Kencana Depok terkait perkembangan yang terjadi.
“Musibah ini tentunya harus menjadi perhatian bagi seluruh pihak untuk terus menciptakan pembelajaran yang lebih aman dan nyaman,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, meninggalnya 11 siswa-siswi SMK Lingga Kencana Depok dalam insiden kecelakaan bus di Subang, Jawa Barat, harus menjadi momentum besar untuk mengevaluasi kegiatan study tour. Kemendikbudristek pun diminta melakukan moratorium dan mengubah konsep kegiatan luar ruang.
“Jelang tahun ajaran baru ini akan banyak penyelenggara pendidikan yang mengadakan kegiatan luar ruang seperti study tour atau field trip. Sebaiknya untuk sementara kegiatan ini dimoratorium lebih dulu dan diubah konsepnya sehingga lebih memberikan manfaat optimal bagi peserta didik,” kata Huda.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, moratorium atau penghentian sementara kegiatan luar ruang perlu dilakukan untuk memastikan aktivitas study tour atau field trip benar-benar aman bagi peserta didik. DIa menilai perlu dipastikan standar baku dalam bentuk petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis ketika penyelenggara pendidikan hendak mengadakan kegiatan luar ruang.
“Di situ harus dijelaskan tentang tujuan, ruang lingkup kegiatan, termasuk standar minimal keamanan transportasi, akomodasi, hingga konsumsi peserta didik. Nah, sebelum ada sandar baku pelaksanaan kegiatan luar ruang tersebut maka moratorium study tour harus diberlakukan karena kita tidak ingin tragedi Subang kembali terjadi,” katanya.
Selain itu, kata Huda, perlu ada perubahan konsep study tour dengan menempatkan peserta didik sebagai subjek kegiatan. Menurutnya, selama ini konsep study tour lebih menempatkan siswa sebagai objek untuk diajak jalan-jalan atau berlibur bersama. Kondisi ini terkadang lebih menguatkan sisi komersil daripada sisi edukasi.
“Seringkali penyelenggara menekan biaya pengeluaran untuk transportasi, konsumsi, maupun akomodasi untuk mendapatkan keuntungan yang ujungnya bisa merugikan peserta kegiatan,” katanya.