Jumat 10 May 2024 06:52 WIB

Pengamat: Wacana Tambah Kementerian Jadi 40 Patut Ditolak, Anggaran Bengkak

Ray menilai bahwa wacana itu tidak memiliki basis rujukan yang kuat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Teguh Firmansyah
Pengamat Politik Ray Rangkuti.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pengamat Politik Ray Rangkuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Ray Rangkuti mengkritisi soal isu wacana penambahan jumlah kementerian di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dari 34 menjadi 40 kementerian. Menurutnya, wacana itu patut untuk ditolak. 

"Rencana Prabowo-Gibran menambah jumlah anggota kabinet dari 34 kursi menjadi 40 kursi, sangat tidak beralasan. Alasan karena kita negara besar, tantangan sangat banyak, dan sebagainya adalah alasan yang terlalu dipaksakan," kata Ray kepada Republika, Kamis (9/5/2024). 

 

Ray menilai wacana itu tidak memiliki basis rujukan yang kuat. Sehingga menurutnya wacana tersebut tidak tepat untuk direalisasikan.  "Oleh karena itu, rencana tersebut sangat patut ditolak dengan alasan yang jauh lebih kuat," ujar dia. 

 

Menurut Ray, setidaknya ada delapan alasan wacana penambahan kabinet seharusnya ditolak. Pertama, jika disebut karena tantangan bangsa Indonesia akan lebih kuat, Ray menilai sesungguhnya tantangan jelas selalu berat. 

 

"Hanya di era Prabowo-Gibran salah satu solusinya dengan menambah jumlah anggota kabinet. Akan sangat mengkhawatirkan jika karena alasan tantangan berat, maka jumlah ditambah. Besok lusa, alasan yang sama bisa dipakai untuk tujuan menambah jumlah kabinet," tuturnya. 

 

Kedua, alasan karena negara Indonesia besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak juga tidak dapat dibenerkan. Dia menjelaskan, di dua era Jokowi, jumlah penduduk Indonesia juga besar, tapi tak pernah ada solusi akan menambah jumlah kursi kabinet. Alih-alih menambah, Jokowi malah menjanjikan akan membentuk kabinet yang ramping, meski akhirnya janji ini tak pernah ditepati oleh Jokowi. 

 

Lalu, dari semua negara dengan jumlah penduduk di atas 300 juta jiwa, hanya India yang membentuk kabinet yang banyak, yakni di atas 50 kursi. Sedangkan di China, Amerika dan Jepang di bawah 30 kursi. Pun Brasil dan negara-negara dengan ekonomi berkembang saat ini. Di negara Asean, hanya Indonesia yang menentukan jumlah kursi mencapai 34. Dan itu terbesar se-Asean. 

 

"Ketiga, bertentangan dengan prinsip efesiensi dan efektivitas. Jika bertambah mencapai 40 kursi, maka kabinet bukan saja membengkak, tapi juga turunannya," kata Ray. 

 

Dia mencontohkan akan ada pembengkakan mulai dari wakil menteri, staf untuk menteri dan wakil menteri, pengamanan, akomodasi, hingga transportasi. Dengan begitu, akan banyak uang negara yang terpakai untuk itu. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement