Rabu 08 May 2024 17:13 WIB

Jadi Ujung Tombak Perubahan Pendidikan, Guru Didorong Terus Asah Pola Pikir Kritis

Kurikulum sebaik apa pun akan sia-sia tanpa guru yang berkualitas dan kritis.

Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal saat mengisi workshop dengan tema Mari Wujudkan Perubahan Pendidikan Berkebudayaan Baru Menuju Generasi Cemerlang melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan di Tangerang beberapa waktu lalu.
Foto: GSM
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal saat mengisi workshop dengan tema Mari Wujudkan Perubahan Pendidikan Berkebudayaan Baru Menuju Generasi Cemerlang melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan di Tangerang beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Guru kerap disebut sebagai ujung tombak dalam upaya transformasi masyarakat melalui pendidikan. Akan tetapi, saat ini, guru banyak dihadapkan beragam persoalan yang memerlukan solusi inovatif.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengatakan seorang guru harus terus mengasah pola berpikir kritis yang harapannya akan ditularkan ke murid-muridnya atau di lingkungan kerjanya.

"Untuk berpikir kritis, para guru harus belajar menunda kesimpulan terlalu cepat, yaitu dengan selalu mempertanyakan segala sesuatu termasuk bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang sebenarnya,” kata Rizal saat mengisi workshop dengan tema 'Mari Wujudkan Perubahan Pendidikan Berkebudayaan Baru Menuju Generasi Cemerlang melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan' di Tangerang beberapa waktu lalu.

Rizal memaparkan bahwa fungsi utama sekolah dan guru adalah membuat anak-anak senang belajar dan mendorong mereka untuk dapat belajar secara mandiri. 

"Guru harus menjadi contoh yang memperlihatkan dan menggunakan cinta, jiwa, dan kreativitas di dalam kelas-kelas mereka. Lebih dari itu, guru adalah kurikulum itu sendiri, yang bertanggung jawab untuk membentuk karakter dan kemampuan terbaik setiap siswanya," katanya.

 

Menurut Rizal, kurikulum sebaik apa pun akan sia-sia tanpa guru yang berkualitas dan kritis. Karena gurulah yang akan membentuk fondasi budaya berpikir di sekolah.

"Mengutip Socrates bahwa ciri guru di masa depan adalah selalu menyadari bahwa dirinya tidak tahu, bukan sebaliknya yang jatuhnya menjadi sok tahu. Itulah kenapa guru harus selalu mencari tahu, termasuk mencari akar masalah yang sebenarnya untuk Indonesia agar bisa mengejar ketertinggalannya, dan siap mengatasi tantangan masa depan,” kata Rizal.

Selain menghadirkan Rizal, workshop ini juga menghadirkan Novi Poespita Candra yang merupakan Co-Founder GSM.

Bukan sekadar sebuah forum pelatihan, workshop ini juga menjadi sebuah forum diskusi sekaligus langkah konkret untuk membangun perubahan budaya pendidikan yang lebih inklusif dan inovatif. Acara ini telah menghadirkan lebih dari 500 peserta dari sekitar 250 sekolah setingkat SD dan SMP yang terdiri dari kepala sekolah, guru, dan pengawas se-Kabupaten Tangerang. 

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari pada tanggal 4-5 Mei 2024 di Lemo Hotel, Serpong, Tangerang ini dihadiri oleh para stakeholder pendidikan yang peduli akan perubahan yang substansial dalam pendidikan. Dalam diskusi dan obrolan, muncul isu-isu yang menggelisahkan, terutama terkait dengan kompleksitas kebijakan pendidikan seperti Kurikulum Merdeka, Guru Penggerak, dan Platform Merdeka Mengajar. Guru-guru di Kabupaten Tangerang masih terjebak dalam urusan administrasi yang memakan waktu, sehingga kurang dapat fokus pada peran inti mereka, yaitu memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas.

Sesi hari pertama diawali oleh Rizal selaku pendiri GSM dengan materi guru adalah kurikulum itu sendiri, lalu dilanjutkan dengan paparan materi Novi tentang implementasi Ruang Ketiga dalam pendidikan. Pada hari kedua materi lebih terfokuskan pada bagaimana otak manusia bekerja, dan pendekatan Phenomenon Based Approach untuk mengatasi persoalan pendidikan. Pendekatan ini diharapkan akan menguatkan kesadaran guru-guru untuk berani keluar dari persoalan-persoalan yang menimpanya selama ini.

Peserta juga diajak untuk terlibat dalam kegiatan interaktif yang bertujuan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan pendekatan Phenomenon Based Approach. Para guru menyelesaikan permasalahan nyata dan mencari solusi secara kolaboratif. Selain itu, para penggerak komunitas GSM juga membagikan pengalaman dan wawasan mereka dalam menghadapi tantangan pendidikan saat ini. 

Rizal dalam paparannya menekankan pentingnya peran guru dalam mengasah berpikir kritis siswa-siswi mereka. "Sesi awal ketika para guru tadi berdiskusi dan berkelompok untuk menyelesaikan persoalan adalah agar para guru mendapatkan solusi dari hasil kesimpulannya sendiri,” ungkap Rizal.

Rizal mengajak para guru untuk memilah dan menimbang berbagai argumen yang diperolehnya baik melalui wawancara dengan dinas pendidikan, atasannya, kelompok lain atau membaca pemikiran-pemikiran sebelumnya. Lalu bisa menyikapi berbagai literasi tersebut untuk menemukan pemikiran para guru sendiri yang mereka yakini untuk dilakukan. 

Rizal pun membawa pesan mendalam bahwa perubahan dalam dunia pendidikan tidak bisa terjadi tanpa perubahan dalam peran dan paradigma guru. Pesan ini diungkapkan juga oleh Aji Muhtarudin sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Kresek.

"Kegiatan ini membuat guru lebih terbuka bahwa konsep ‘guru’ inilah yang lebih penting, supaya tidak hanya pelatihan saja, tetapi juga diarahkan untuk memecahkan permasalahan sendiri. Tadinya berpikir bahwa kurikulum yang lebih penting, tetapi sekarang berubah bahwa pondasi yang sesungguhnya adalah guru. Dampak yang terasa adalah perubahan mindset bahwa guru harus lebih mengembangkan untuk memberikan porsi yang sesuai dengan kemampuan siswa," kata Muhtarudin. 

Salah seorang guru sekolah swasta di Kabupaten Tangerang mengungkapkan adanya semangat baru untuk bisa kembali kepada tujuan guru yang sebenarnya untuk mendidik anak. 

"Saya mendapat cara pandang baru sekaligus refresh semangat lagi untuk bisa mendidik anak. Karena selama bertahun-tahun menjadi guru itu belum pernah dapetin ilmu baru. Saya merasa tujuan guru adalah menghasilkan generasi bangsa berkualitas yang punya daya juang, daya tahan, dan berpikir kritis. Harapannya semangat ini bisa dibawa dan ditularkan di sekolah,” ungkap Yanti Kardjo, guru di SD Menara Tirza.

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement