REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku masih mempelajari pelaporan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan dana Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan, pelaporan tersebut masih dalam proses telaah dan evaluasi untuk ditingkatkan ke tahap penyelidikan, dan penyidikan.
“Status pelaporannya itu belum penyelidikan, belum penyidikan. Masih pada tahap kita pendalaman dengan mengevaluasi atas pelaporan itu,” kata Kuntadi saat ditemui Republika.co.id di Gedung Kartika, Kejakgung, di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Kuntadi mengatakan, kasus LPEI yang juga dalam penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tak menghalangi Kejagung untuk melanjutkan proses hukum. “Itu kan menyangkut banyak objek perkaranya. Sepanjang berbeda objeknya, kan masa tidak kita (Kejagung) tangani,” kata Kuntadi.
Namun Kuntadi juga mengakui, penanganan kasus korupsi LPEI di KPK itu sama seperti yang bakal diusutnya. “Sepanjang itu berbeda (perkaranya), kita tangani. Kalau sama nanti jadinya tumpang tindih,” ujar Kuntadi.
Namun kata Kuntadi, dari pelaporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diterima Kejagung, itu berbeda subjek maupun objek dengan kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
Menkeu Sri Mulyani, pada Senin (18/3/2024) melaporkan langsung kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin perihal dugaan korupsi pada LPEI. Pelaporan tersebut terkait dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 2,5 triliun dalam penyimpangan pemberian fasilitas kredit untuk empat perusahaan ekspor.
Jaksa Agung menerangkan, laporan Menkeu tersebut, merupakan aduan tahap pertama dari usaha penegakan hukum atas potensi kerugian negara yang terjadi di LPEI. “Ini baru tahap pertama. Karena nanti akan ada tahap keduanya,” kata dia dalam konfrensi pers yang sama.
Pada pelaporan tahap pertama ini, kata Burhanuddin empat debitur yang terindikasi melakukan penyimpangan atas pembiayaan ekspor dari LPEI. Di antaranya adalah PT RII senilai Rp 1,8 triliun, PT SMR senilai Rp 216 miliar, PT SRI sebesar Rp 144 miliar, dan PT PRS sekitar Rp 305 miliar.
“Jumlah keseluruhannya sebesar (Rp) 2,505 triliun. Ini yang (pelaporan) tahap pertama,” ujar Burhanuddin.
Selain empat debitur tersebut, kata Burhanuddin, saat ini tim terpadu juga masih melakukan tahap pengkajian terhadap enam debitur lainnya yang nilai dugaan penyimpangannya mencapai Rp 3 triliun.
Namun setelah Menkeu Sri Mulyani melaporkan dugaan korupsi LPEI ke Kejagung, KPK pada Selasa (19/4/2024) mengumumkan kasus serupa ke level penyidikan. Meskipun belum menetapkan tersangka, akan tetapi dalam konfrensi pers resmi, KPK meminta agar Kejagung menyetop pengusutan korupsi di LPEI tersebut.
KPK beralasan mengacu ke aturan perundang-undangan yang mengharuskan Kejakgung menghentikan semua tahapan proses hukum atas perkara tindak pidana korupsi yang sedang dalam penyidikan di KPK.