Selasa 09 Apr 2024 03:17 WIB

Sejak Ada UU Cipta Kerja, Pemerintah Berupaya Beri Kemudahan

Sejak ada UU Cipta Kerja, pemerintah berupaya mereformasi aturan secara struktural.

Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta.
Foto: Republika.co.id
Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan ekonomi RI pada 2024 bisa tumbuh di atas 5 persen. "Upaya pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi ini, salah satunya melalui akselerasi penerapan UU Cipta Kerja dengan segala aturan turunannya," kata Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta dalam focus group discussion 'Reformasi Penerbitan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha' di Kota Medan, dikutip Senin (8/4/2024).

Menurut Arif, sejak adanya UU Cipta Kerja, pemerintah berupaya mereformasi aturan secara struktural. Dia menyebut, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan, pemberdayaan, sekaligus perlindungan kepada dunia usaha.

"Dalam UU Cipta Kerja semua perizinan berbasis risiko, hal ini menjadi suatu terobosan baru yang lebih sistematis. Risiko itu menyangkut lingkungan, keselamatan manusia, serta aspek sosial lainnya," ujar Arif.

Dia mencontohkan, perizinan dasar seperti PBG (persetujuan bangunan gedung), SLF (sertifikat laik fungsi), dan KKPR (kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang) menjadi sangat penting dan perlu reformasi agar semakin mudah serta cepat prosesnya. Arif menekankan, dalam era 4.0, semua permohonan yang berkaitan dengan perizinan harus mulai beralih dari manual menjadi digital.

"Instrumen yang ada dalam perizinan itu ada instrumen sistem, yaitu OSS-RBA (Online Single Submission-Risk Based Approach). Adanya OSS ini, menjadi dorongan agar masyarakat, khususnya pemohon paham akan tata cara penggunaannya secara digital," ucap Arif.

Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Rahma Julianti menjelaskan, perizinan dasar KKPR sekarang semakin mudah dan yang paling penting memberikan kepastian bagi pemohon. "Bahkan bagi UKM, mereka bisa membuat penyataan mandiri di sistem OSS bahwa usaha yang mereka jalankan sesuai dengan rencana tata ruang, bisa langsung terbit," jelas Rahma.

Walaupun secara aturan sudah mengalami perbaikan, menurut Rahma, masih ada beberapa isu yang sering dihadapi saat pelaksanaannya. "Isu pelaksanaan KPPR secara umum ada tiga aspek, pertama dari segi SDM, masih ada pemohon yang belum paham terkait proses bisnis pelayanan penerbitan KKPR," ujarnya.

Isu lainnya, Rahma menjelaskan, ada dari aspek teknis pelaksanaannya, yaitu ada ketidaksesuaian KKPR otomatis hasil dari pernyataan mandiri pelaku usaha dengan rencana tata ruang dan tingkat risiko kegiatannya. Selain itu, dari aspek Sistem Elektronik Pelayanan KKPR, seperti masih terjadi error di sistem OSS.

Tetapi, kata Rahma, Kementerian ATR/BPN sudah menyiapkan roadmap percepatan agar isu tersebut bisa diatasi. "Ada empat strategi percepatan pelayanan KKPR, yaitu percepatan penyusunan RDTR, pembangunan dan pemanfaatan pusat data nasional, peningkatan kualitas SDM pelayanan KKPR, serta sosialisasi dan edukasi masyarakat dalam ekosistem digital layanan KKPR."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement