REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gunung Merapi kembali meluncurkan awan panas guguran (APG) pada Rabu (3/4/2024). Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut bahwa APG tersebut diluncurkan pada Rabu pagi pukul 06.26 WIB.
“Terjadi APG di Gunung Merapi dengan amplitudo maksimal 48 milimeter,” kata Kepala BPPTKG, Agus Budi Santoso, Rabu (3/4/2024).
Agus menyebut bahwa luncuran APG tersebut mengarah ke barat daya. Sedangkan, estimasi jarak luncur maksimal 1.700 meter. “Masyarakat diimbau untuk menjauhi daerah bahaya yang direkomendasikan,” ungkap Agus.
Disampaikan BPPTKG bahwa aktivitas vulkanik Merapi masih cukup tinggi. Sebab, Merapi masih terus mengeluarkan APG dan juga guguran lava.
Bahkan, dalam 24 jam terakhir dilaporkan 12 guguran lava yang diluncurkan Merapi ke arah barat daya atau ke Kali Bebeng. “Jarak luncur maksimum 1.800 meter,” jelasnya.
Sedangkan, untuk kegempaan juga masih tinggi. Dalam 24 jam terakhir dilaporkan bahwa terjadi 69 kali gempa guguran, 29 kali gempa fase banyak. “Gempa vulkanik dangkal juga tercatat delapan kali, dan dua kali gempa tektonik jauh,” ucap Agus.
Untuk itu, BPPTKG merekomendasikan potensi bahaya saat ini masih berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya dan sektor tenggara. Potensi bahaya pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal lima kilometer, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal tujuh kilometer.
Sedangkan, potensi bahaya pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer, dan Sungai Gendol lima kilometer. “Lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak,” kata Agus.
Lebih lanjut, Agus juga menyebut berdasarkan data pemantauan menunjukkan suplai magma masih berlangsung, yang dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya. Untuk itu, masyarakat diminta untuk tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
“Masyarakat juga diminta agar mewaspadai bahaya lahar dan awan panas guguran terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi, dan mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi,” jelasnya.