Rabu 27 Mar 2024 14:30 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Berencana Evaluasi Iuran JKK-JKM

Menteri Ketenagakerjaan akan memaksimalkan JKK dan JKM.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erdy Nasrul
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.
Foto: Republika.co.id
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah berencana mengevaluasi iuran dan manfaat program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM), khususnya bagi pekerja bukan penerima upah (BPU). Langkah itu dia sebut diperlukan demi menjaga kesehatan dan ketahanan dana program JKK dan JKM.

“Berdasarkan peningkatan rasio klaim JKM dan melihat ketahanan dana JKM, saya kira perlu dilakukan evaluasi iuran dan manfaat program JKK dan JKM, khususnya bagi pekerja BPU,” ucap Ida dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2024). 

Baca Juga

Ida menjelaskan, kasus klaim JKM mengalami peningkatan dari 2019 hingga ke tahun 2023. Peningkatan paling besar terjadi pada periode 2022 ke 2023 yang mencapai 125 persen. Di mana, pada 2022 ada 8.140 kasus klaim dan kemudian pada 2023 bertambah 10.168 kasus menjadi 18.308 kasus klaim JKM.

“Kemudian rasio klaim JKM mengalami peningkatan pada tahun 2019 sebesar 55,6 persen itu menjadi 198,1 persen tahun 2023,” jelas Ida. 

Dia menambahkan, kenaikan rasio klaim tersebut berpengaruh terhadap ketahanan dana JKM itu sendiri. Dia menyebutkan, semakin tinggi rasio klaim, maka akan semakin mengganggu ketahanan dana karena ada moral hazard dari wadah atau perisai dalam pendaftaran dan pendampingan klaim.

“Perhitungan BPJS tahun 2023, ketahanan dana JKM hanya sebesar 39 bulan karena jumlah iuran yang masuk tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai manfaat klaim. Tingginya klaim manfaat BPU disebabkan karena BPU memiliki tingkat rasio kecelakaan kerja dan kematian yang lebih tinggi,” jelas dia. 

Selain upaya di atas, upaya lain yang dia sebut juga dapat dilakukan adalah memasifkan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesejatan kerja (SMK3) di perusahaan. Menurut Ida, upaya tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, kemudian terjadinya penyakit akibat kerja.

“Serta optimalisasi penegakan hukum bersama antara pengawasan dan periksaan BPJS danpengawas ketenagakerjaan, terutama menyasar kepada perusahaan daftar sebagian, baik tenaga kerja maupun upah,” kata Ida. 

Pada kesempatan itu Ida juga menyampaikan, data BPJS ketenagakerjaan pada Desember 2023 menunjukkan terjadinya kenaikan jumlah peserta peserta BPU yang signifikan dalam 2 tahun terakhir, yang mana jumlahnya melampaui 50 persen setiap tahunnya. Tapi, cakupan peserta BPU masih rendah.

“Sebesar 11 persen dari total pekerja sektor informal dan kepesertaan JHT juga masih rendah di angka 6,88 persen dari total kepesertaan PBPU,” ungkap Ida. 

Setidaknya, kata dia, terdapat dua kendala utama dalam hal kepersertaan BPU. Pertama, program jaminan sosial ketenagakerjaan itu memang belum dikenal secara luas di masyarakat. Kemudian pada praktiknya sustainability dari pembukaan iuran itu memang rendah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement