REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kredit mikro untuk sektor air minum dan sanitasi di Indonesia mencapai Rp 1,9 Triliun. Kredit ini telah disalurkan sejumlah kembaga keuangan kepada warga miskin yang membutuhkan sarana air minum dan sanitasi.
Rata-rata kredit mikro yang disalurkan mencapai Rp 2,1 juta per pembiayaan. Kredit itu dikucurkan melalui berbagai tipe saluran lembaga keuangan, seperti BPR, koperasi, ventura, dan BPD. Kredit mikro menjadi alternatif pembiayaan yang terus dikembangkan dalam mendukung pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia.
Di samping pembiayaan dari lembaga keuangan, alternatif pembiayaan air minum dan sanitasi juga dikembangkan melalui dana ZIS (zakat, infaq dan sedekah) serta CSR perusahaan. Pola pembiayaan alternatif ini menyentuh berbagai segmen, yaitu rumah tangga, kelompok SPAMS perdesaan, PDAM, kontraktor, developer, hingga UMKM penyedia jasa layanan air dan sanitasi.
Demikian poin-poin yang dibahas dalam kegiatan Diskusi dan Sharing Pembelajaran, Solusi Pembiayaan Alternatif dan Kemitraan Menuju Air Minum dan Sanitasi Aman untuk Indonesia (Komitmen Dukungan Mitra Dalam Pembiayaan Air Minum dan Sanitasi. Kegiatan diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan UNICEF, water.org, SPEAK Indonesia, dan mitra pembangunan lainnya, di Jakarta, dikutip pada Ahad (24/3/2024).
Menurut Bappenas, kebutuhan pendanaan untuk mencapai akses 100% akses air minum dibutuhkan dana sebesar 1.651 Triliun Sampai dengan tahun 2030 (SDGs) pemerintah memprediksi akses air minum aman baru tercapai akses sebesar 45% dan itu berrati membutuhkan dana sebanyak 367 Triliun Kebutuhan pendanaan sebesar ini tidak mungkin akan ditangani sendiri oleh pemerintah (APBN) sehingga membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak melalui skema pembiayaan alternatif yang selama ini sudah mulai tumbuh, baik oleh lembaga keuangan dan non keuangan.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Anas Ma’ruf menyatakan, air minum dan sanitasi adalah aspek penting dalam kesehatan lingkungan yakni upaya pencegahan penyakit yang merupakan salah satu dari 6 (enam) pilar transformasi Kesehatan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Maka berbagai upaya untuk kolaborasi pembiayaan alternatif menjadi solusi. Kredit mikro merupakan salah satu alternatif pendanaan yang memiliki potensi besar. Sasaran utama mikro kredit ini adalah masyarakat kecil menengah yang belum memiliki akses.
“Saat ini sudah banyak pihak yang menyediakan pembiayaan mikro untuk air minum dan sanitasi. Harapannya ini bisa menjadi role model bagi institusi lainnya untuk sama-sama mendukung penyediaan akses air minum dan sanitasi bagi masyarakat," ujarnya.
Dikatakan, kredit mikro merupakan sebuah potensi baik yang telah terbukti efektif mendukung akses masyarakat miskin pada air minum dan sanitasi. Oleh karenanya, kredit mikro perlu terus dikembangkan untuk menghilangkan disparitas, sehingga semua masyarakat bisa mendapatkan akses air minum dan sanitasi.
Chief Of Wash UNICEF Indonesia, Kannan Nadar dalam sambutan pembukaan menyampaikan, untuk mewujudkan target roadmaps/rencana SDG-6 yang dicanangkan pemerintah Indonesia, diperlukan dana $45 miliar hingga tahun 2030. Kesenjangan pembiayaan berdasarkan target RPJMN saat ini adalah sekitar Rp113 triliun untuk air dan sanitasi. Menurutnya pendekatan “bisnis seperti biasa” tidak akan membantu menjembatani kesenjangan finansial yang besar ini.
“Pembiayaan alternatif, termasuk kredit mikro, pembiayaan perbankan, dan mobilisasi dana sosial Islam, serta menarik pemain non-tradisional adalah kuncinya. Indonesia sudah mempunyai beberapa contoh bagus dalam hal ini. Lebih dari 840.000 pinjaman dengan total Rp 1,9 triliun telah memberikan manfaat kepada 4,3 juta orang (91% perempuan) dengan peningkatan akses WASH,”ujar Kannan.
Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Bank Perkrerditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah se-Indonesia (Perbamida), Afandi Setyonugroho, pada kesempatan sama mengatakan, sebanyak 32 BPR/S anggotanya di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur, telah memiliki produk pembiayaan untuk air dan sanitasi. Jumlah kredit air dan sanitasi yang telah disalurkan mencapai Rp 100 Miliar.
“Secara kumulatif anggota BPR/S Perbamida telah berkontribusi dalam memberikan Akses Air dan/atau Sanitasi Kepada lebih dari 300.000 orang di 4 Provinsi,” ujar Afandi.
Pada kesempatan sama, Zuraida Murdia Hamdie, Head of CSR Department PT Adaro Energy Indonesia Tbk, menyatakan, pihaknya mengimplementasikan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di wilayah kerjanya dan telah berhasil wewujudkan Kabupaten Tabalong Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS).
“Program STBM menjadi salah satu fokus utama misi Adaro untuk berkontribusi meningkatkan derajat kesehatan, akses sanitasi yang layak, IPM di wilayah operasionalnya,”ujar Zuraida.
Sejumlah pembicara lainnya dari PNM MADANI lembaga keuangan non-bank yang menyediakan modal usaha, pelatihan, dan pemberdayaan kepada pelaku usaha mikro dan ultra mikro. BAZNAS Provinsi NTB mempunyai andil besar Gerakan Buang Air Sembarangan Nol (BASNO) serta Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang meluncurkan Kredit KURDA (Kredit Usaha Rakyat Daerah) menyampaikan berbagai praktik baik pembiayaan alternatif .
Dalam kesempatan yang sama, sejumlah pihak berhasil menjalin kesepakatan dan komitmen untuk mengedepankan kolaborasi dan kemitraan untuk peningkatan akses dan kepemilikan air minum dan sanitasi aman melalui kerja berjejaring, pendampingan oleh mitra pembangunan di wilayah masing-masing untuk mengimplementasikan pembiayaan alternatif, dan terus menyebarkan praktik baik melalui media massa dan sosial media.