Sabtu 23 Mar 2024 17:04 WIB

Pengamat: Ada 2 Cara Kurangi Tingginya Angka Golput

Pengamat menilai ada dua cara untuk mengurangi tingginya angka golput di pemilu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Golput. Pengamat menilai ada dua cara untuk mengurangi tingginya angka golput di pemilu.
Foto: Antara
Ilustrasi Golput. Pengamat menilai ada dua cara untuk mengurangi tingginya angka golput di pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Angka golput yang masih tembus lebih dari 40 juta orang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan ke depan. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka golput, salah satunya melalui evaluasi diri para aktor politik.

“Selama ini kan yang golput kan kecewa karena menganggap politik itu busuk atau politisi pun busuk. Korup. Itu yang selama ini dilihat oleh publik, oleh masyarakat yang golput sehingga mereka kecewa. Makanya harus diperbaiki aktor-aktor politik itu harus evaluasi diri,” ucap Ujang kepada Republika, Jumat (22/3/2024).

Baca Juga

Menurut dia, tokoh-tokoh politik di tingkat nasional maupun di daerah itu haurs memberikan contoh teladan yang baik jika ingin partisipasi publik dalam mengikuti pemilihan umum (Pemilu) terus meningkat. Selama ini, kata dia, mereka yang memilih golput alasannya karena kecewa dan menganggap politik atau politisi itu busuk.

Cara kedua untuk mengurangi angka golput adalah memobilisasi partisipasi publik. Masyarakat yang memiliki hak suara dimobilisasi atau diajak untuk memiliih secara aktif oleh para kandidat. Cara itu menjadi salah satu yang dapat dilakukan apabila partisipasi aktif masyarakat masih belum berjalan dengan baik. 

“Tentu partisipasi yang bagus adalah partisipasi aktif masyarakat sendiri yang mencoblos datang ke TPS. Tapi juga ada partisipasi yang dimobilisasi oleh partai politik, oleh kandidat untuk nyoblos begitu,” kata dia.

Data Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 mencapai angka 204.807.200 pemilih. Kemudian, berdasarkan hasil penghitungan suara sah yang mencoblos ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden berada di angka 164.227.475 pemilih. Terdapat selisih 40 ribu suara lebih yang tidak menggunakan suara atau membuat suaranya tidak sah.

Ujang mengatakan, apabila angka golput yang tinggi dibiarkan, maka akan berbahaya bagi legitimasi presiden, wakil presiden, maupun anggota legislatif terpilih di kemudian hari.

“Legitimasi jadi berkurang bagi yang terpilih, baik presiden, wakil presiden, maupun legislatif. Dan itu tentu bahaya. Pemilu itu kan butuh legitimasi yang kuat dan tinggi dengan partisipasi pemilih yang tinggi pula,” jelas dia.

Ujang melihat fenomena golput itu terjadi akibat kekecewaan masyarakat terhadap kondisi politik saat ini, baik terhadap figur politisi maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkan. Sebab itu, dia mengatakan, penting bagi pemerintahan ke depan untuk memperbaiki kondisi politik bangsa.

“Fenomena golput tembus 40 juta itu tentu menjadi sesuatu yang merugikan bagi masyarakat. Kenapa? Ya mungkin karena masyarakat Indonesia kecewa dengan politisi,” terang Ujang.

Menurut dia, salah satu kekecewaan masyarakat timbul akibat perilaku-perilaku para politikus yang cenderung tidak baik. Di mana, terkadang mereka membuat pernyataan seenaknya, mudah berpindah sisi dari oposisi ke koalisi atau sebaliknya, tidak konsisten antara pernyataan dan tindakannya, dan lain sebagainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement