Sabtu 16 Mar 2024 20:24 WIB

Setara Institute Kritisi RPP untuk Penempatan Anggota TNI-Polri ke Jabatan Sipil

RPP Manajemen ASN dinilai mengakselerasi perluasan posisi TNI-Polri di jabatan sipil.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
TNI - Polri  (ilustrasi)
Foto: Antara
TNI - Polri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setara Institute menyampaikan empat catatan penting dalam Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Kelompok masyarakat tersebut tak ingin RPP tersebut mengembalikan peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri masuk ke dalam jabatan-jabatan sipil.

Menurut Setara Institute mengembalikan TNI-Polri untuk dapat ditempatkan di pos-pos jabatan sipil, dengan dalih apapun dikhawatirkan akan mengembalikan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sektor Keamanan Setara Institut Ikhsan Yosarie mengatakan, hal itu merupakan penyimpangan dari mandat reformasi 1998.

Baca Juga

Ikhsan mengatakan, RPP Manajemen ASN itu ironi bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Maruf Amin yang merupakan implementasi dari supremasi sipil di pucuk pemerintahan. “Dalam konteks ini, terlihat bahwa pemerintahan Jokowi saat ini tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI juga Polri sesuai dengan amanat reformasi 1998,” kata Ikhsan dalam siaran pers, Sabtu (16/3/2024).

Kata Ikhsan, RPP Manajemen ASN yang memberikan dasar hukum penempatan anggota TNI-Polri dalam jabatan-jabatan sipil memunculkan konsekuensi yang mahal. Menurut dia, rencana pemerintah tersebut seperti sengaja menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang pada tujuan reformasi 1998 menghendaki TNI dan Polri terpisah dari jabatan-jabatan sipil. Dan hanya fokus sesuai dengan fungsi dan tugasnya di bidang pertahanan, dan keamanan. 

“Dengan penempatan kembali TNI-Polri pada jabatan-jabatan sipil tersebut tidak lagi menjadikan TNI-Polri sebagai alat pertahanan dan keamanan negara. Tetapi, dengan mempekerjakan TNI-Polri dalam peran administratif, sosial-politik. Dan itu nyata-nyata mengkhianati amanat reformasi 1998, yang menghapus dwifungsi ABRI dan menghendaki TNI dan Polri profesional di bidang pertahanan dan keamanan,” kata Ikhsan.

“RPP Manajemen ASN ini, jelas akan mengakselerasi perluasan posisi-posisi TNI dan Polri pada jabatan sipil, terutama jabatan-jabatan yang selama ini menjadi ranah da kompetensi ASN,” ujar Ikhsan menambahkan.

Karena itu, kata Iksan, Setara Institute menyampaikan empat catatan krusial sebagai bahan pencernaan dalam RPP Manajemen ASN yang saat ini dalam penggodokan. Catatan tersebut di antaranya, (1) Penyusunan RPP ASN semestinya mengokohkan komitmen reformasi TNI dan Polri. Sehingga tetap meletakkan dua alat negara tersebut sebagai instrumen negara yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan dan bidang keamanan negara, dan tidak didorong untuk mengokupasi jabatan-jabatan pemerintahan yang secara substantif selama ini menjadi tugas dan fungsi ASN.

(2) RPP Manajemen ASN sebenarnya dapat menguatkan pembatasan jabatan sipil bagi TNI dan Polri sesuai UU TNI dan UU Polri. Berbagai jabatan ASN yang dapat diduduki prajurit TNI dalam PP ASN semestinya tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang telah merinci jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa melalui mekanisme pensiun dini. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) UU 20/2023 tentang ASN. Pun merujuk UU 2/2002 tentang Polri. Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri tersebut dijelaskan bahwa jabatan-jabatan tersebut perlu dipastikan memiliki sangkut paut dengan kepolisian dan ada penugasan resmi dari Kapolri. 

Sementara terhadap jabatan-jabatan ASN di luar ketentuan UU TNI dan UU Polri itu PP ASN perlu menegaskan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Hal sebagaimana dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI. Serta merujuk pada Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menegaskan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

(3). UU ASN mengatur bahwa jabatan ASN terdiri dari jabatan manajerial dan non-manajerial. Pengaturan PP ini semestinya memberikan gambaran jelas perihal kriteria atau jabatan-jabatan apa saja yang dapat diduduki prajurit TNI maupun Polri untuk jabatan ASN. Kriteria dan syarat yang ketat perlu dilakukan agar RPP ini tidak menjadi pintu masuk yang seluas-luasnya bagi penempatan TNI maupun Polri pada jabatan sipil yang dapat memicu kembalinya praktik dwifungsi angkatan bersenjata dan merusak tatanan demokratis negara ini. 

(4) Mengingat dalam UU ASN memiliki konsep resiprokal. Yaitu ASN juga dapat mengisi jabatan-jabatan tertentu di lingkungan TNI maupun Polri. Maka perlu diperhatikan agar pengaturan dalam RPP ini tidak menambah persoalan mengenai karir-karir ASN dan prajurit TNI maupun Polri ke depannya. Penempatan sesuai kebutuhan kementerian dan lembaga harus menjadi prinsip yang diutamakan, sehingga penempatan dapat tepat sasaran. RPP Manajemen ASN harus dipastikan menjadi instrumen untuk mewujudkan birokrasi berdampak, yang bukan untuk menjadi sarana perluasan penempatan TNI dan Polri pada jabatan-jabatan ASN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement