Jumat 15 Mar 2024 17:00 WIB

Penyidik Panggil Sekretaris Rektor Universitas Pancasila Nonaktif Tanggal 25 Maret

Sebanyak 15 orang saksi telah diperiksa dalam kasus dugaan pelecehan ETH.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus raharjo
Rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif Profesor Edie Toet Hendratno (ETH) ( kiri) didampingi kuasa hukumnya Faizal Hafied ( kanan) telah rampung menjalani pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap terduga korban DF,  di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2024).
Foto: Republiika/Ali Mansur
Rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif Profesor Edie Toet Hendratno (ETH) ( kiri) didampingi kuasa hukumnya Faizal Hafied ( kanan) telah rampung menjalani pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap terduga korban DF, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya kembali menjadwalkan pemanggilan terhadap Sekretaris Rektor Universitas Pancasila (UP) Jakarta pada 25 Maret 2024 mendatang. Pemanggilan tersebut dalam rangka pemeriksaan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh rektor Universitas Pancasila nonakti, Profesor Edie Toet Hendratno (ETH).

"Kemarin sudah dipanggil, datang nanti tanggal 25," ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (15/3/2024). 

Baca Juga

Menurut Wira, sampai dengan saat ini sebanyak 15 saksi sudah menjalani pemeriksaan dalam kasus tersebut. Belasan saksi tersebut diperiksa atau dimintai keterangan terkait dengan dua laporan polisi kasus dugaan pelecehan yang menyeret rektor nonaktif Universitas Pancasila tersebut. Kedua korban dalam dua laporan tersebut merupakan karyawan atau pekerja di Universitas Pancasila pada saat kejadian.

Sebelumnya, ETH mencurahkan keluh kesahnya terkait dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret namanya. Dia mengaku sangat malu dan sedih atas tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya tersebut. Bahkan kasus tersebut telah menghancurkan nama baiknya dan prestasi serta kariernya, selama menjadi Rektor Universitas Pancasila.

“Selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru sekali ini saya dihina, dijadikan korban character assasination, pembunuhan karakter. Padahal, seorang dosen atau guru orang yang betul menjaga etika dan budi. Saya sangat malu di depan semua orang, makanya saya pakai topi,” tutur ETH kepada awak media.

Lebih lanjut, ETH mengaku saat ini dirinya berada di titik nadir. Tidak hanya dirinya, dia yakin bahwa istri dan anak-anaknya juga merasakan kesedihan dan malu dengan tuduhan yang dianggapnya tidak benar tersebut. Karena itu, dia bertekad harus terus tetap berjuang melindungi martabatnya. Disebutnya yang paling menyedihkan adalah disaat usianya sudah tidak muda lagi kasus ini muncul dan membuatnya cukup menderita.

"Tidak pernah terpikirkan oleh saya ada di titik ini, di titik nadir paling bawah, nama baik saya dipertaruhkan. bukan cuman nama baik saya yang hancur semua prestasi saya tiba-tiba harus lenyap," keluh ETH.

Lebih lanjut, ETH meyakini bahwa kasus yang menimpanya sarat akan kepentingan politik pemilihan rektor di Universitas Pancasila periode 2024-2028. Hal itu diketahui setelah dirinya bersama kuasa hukum, Faizal Hafied melakukan penelusuran untuk mencari tahu motif dari tuduhan kasus dugaan pelecehan seksual. Kemudian semua apa yang diketahui telah disampaikan kepada pihak penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut. 

“Selama dua bulan ini saya mendapat hinaan, cercaan, tuduhan yang sangat tidak beretika dan itu tidak saya lakukan sama sekali. Tetapi memang saya menjadi sasaran utama untuk kegiatan ini, yaitu kegiatan yang sedang berjalan di up, pemilihan rektor,” tegas ETH.

Dalam perkara ini ETH dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua wanita karyawan dari Universitas Pancasila. Salah satu laporan polisi dilayangkan oleh korban berinisial  RZ. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 12 Januari 2024. Kemudian laporan polisi berikutnya merupakan pelimpahan dari Bareskrim Polri dengan pelapor berinisial DF. Saat ini, kedua laporan itu masih dalam proses penyelidikan. 

Kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang rektor itu ditangani oleh Sub-Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Subdit Renakta) Polda Metro Jaya. Dalam perkara ini, ETH diduga melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement