Kamis 14 Mar 2024 12:25 WIB

Waspada, 6 Orang di Bandung Meninggal Akibat DBD

Sebanyak 6 orang di Kota Bandung meninggal akibat penyakit demam berdarah/DBD.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Bilal Ramadhan
Perawat mengecek tensi darah pasien demam berdarah dengue. Sebanyak 6 orang di Kota Bandung meninggal akibat penyakit demam berdarah/DBD.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Perawat mengecek tensi darah pasien demam berdarah dengue. Sebanyak 6 orang di Kota Bandung meninggal akibat penyakit demam berdarah/DBD.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak enam orang warga Kota Bandung meninggal dunia akibat terserang penyakit demam berdarah dengue (DBD) periode Januari hingga Maret tahun 2024. Total kasus yang terlaporkan mengalami peningkatan mencapai 615 orang.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung dr Ira Dewi Jani mengatakan kasus DBD periode Januari-Maret tahun 2024 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2023. Terdapat pula enam orang warga Kota Bandung meninggal dunia akibat DBD.

Baca Juga

"Di Bandung kasusnya naik kalau tahun ini dari Januari 615 kasus lebih tinggi dibanding Januari kemarin 321 kasus.  Memang, kasusnya meninggi walau di Februari tercatat menurun 251 kasus tapi memang belum semua laporan dari fasilitas kesehatan terkumpul," kata Ira saat dikonfirmasi, Kamis (14/3/2024).

Meski kasus di bulan Februari menurun, ia mengungkapkan belum tentu kasus mengalami penurunan. Sebab masih terdapat laporan kasus DBD yang belum terkumpul.

Selain itu, terdapat enam orang warga Kota Bandung yang meninggal dunia akibat DBD. Mereka mayoritas masih berusia anak-anak.

"Tercatat, ada enam yang meninggal walau dilihat fatality rate di bawah satu persen tapi buat saya banyak. Tahun kemarin 8, tahun sekarang baru Maret sudah 6 kasus," ungkap dia.

Dengan kondisi tersebut, ia mengajak masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran DBD meski kasus di bulan Februari menurun. Ira menduga bahwa kenaikan kasus DBD dipengaruhi kondisi cuaca ekstrem.

"Musim kemarau panjang, gara-gara El Nino nyamuk bertelur nempel di sela dinding atau penampungan," kata dia.

Apabila musim kemarau, ia menyebut sumber air atau tempat penyimpanan air mengalami penurunan permukaan. Saat itu nyamuk Aedes Agepty bertelur dan menempelkannya di dinding permukaan tempat penyimpanan air.

"Saat kemarau, gak terisi air itu bisa bertahan lama (telur) bisa setahun, begitu musim hujan permukaan air naik si telur ketemu air menetas jadi Aedes Agepty dan nyamuk dewasa itu berpotensi menyalurkan virus dengeu," kata dia.

Dengan kondisi tersebut, ia mengimbau masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Dengan cara tidak hanya menutup dan mengubur barang barang berpotensi menyimpan air. Namun juga menguras bak.

"Gimana caranya di rumah masing-masing masing PSN sepekan sekali, perlu kerja sama dari masyarakat mengurask, tolong juga diperhatikan lagi," kata dia.

Selain itu, kondisi talang-talang air di rumah harus dicek memastikan tidak terdapat penyebaran bibit nyamuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement