Kamis 07 Mar 2024 17:59 WIB

Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Disebut Telah Habis, Sementara IKN Belum Ada Keppresnya

Status Jakarta sebagai ibu kota negara disebut telah habis sejak 15 Februari 2024.

Sejumlah wisatawan saat mengunjungi kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Status Jakarta sebagai ibu kota disebut telah habis sejak 15 Februari 2024.
Foto:

RUU DKJ pun telah disetujui untuk dibahas Baleg DPR lewat keputusan Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024). Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat paripurna itu mengatakan, bahwa penerimaan surat presiden tentang pembahasan RUU DKJ telah dibacakan pada Rapat Paripurna DPR RI sebelumnya.

"Selanjutnya kami meminta persetujuan untuk penugasan Badan Legislasi DPR RI membahas hal tersebut," kata Sufmi yang kemudian disetujui para anggota DPR yang hadir.

Dasco menjelaskan bahwa pemerintah telah menugaskan lima menteri untuk bersama atau secara terpisah membahas RUU DKJ bersama DPR RI. Lima menteri itu adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

"Bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan rancangan undang-undang, dalam undang-undang usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI," katanya.

Sebelumnya, pada 6 Februari 2024, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo untuk membahas RUU DKJ. Puan mengatakan surat dari presiden tersebut nantinya akan diproses sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku.

Pada Desember 2023, Baleg DPR RI juga menyetujui RUU DKJ. Dari sembilan fraksi yang telah menyampaikan pandangan, sebanyak delapan fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak.

Delapan fraksi menyetujui dengan catatan adalah Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera.

Salah satu pasal yang sempat menjadi polemik di RUU DKJ adalah adanya usulan norma yang mengatur pemilihan gubernur Jakarta. Diketahui, dalam Pasal 10 Ayat 2 draf RUU DKJ dijelaskan, gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi pernah menjelaskan maksud pemilihan gubernur Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ. Menurutnya, penunjukan oleh Presiden tak menghilangkan demokrasi sepenuhnya.

Ia menjelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta. Termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya.

Bahkan awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun ada yang mengingatkan, Pasal 18a Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat.

"Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," ujar Baidowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement