REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah, menilai ambang batas parlemen mendistorsi suara rakyat dalam setiap pemilihan umum (pemilu). Pasalnya, banyak suara rakyat yang terbuang karena beberapa partai politik tak memenuhi minimal suara sebesar empat persen.
Dia pun mengusulkan agar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen dihapuskan saja. Apalagi, hak tersebut didukung dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta dilakukannya perubahan PT sebelum berlangsung Pemilu 2029.
"Jadi di masa yang akan datang, tidak saja parliamentary threshold, sebenarnya presidential threshold juga harus dihapuskan. Karena itulah yang menyebabkan rakyat itu berjarak dengan apa yang harus dia pilih dan hak-hak yang melekat pada rakyat itu," ujar Fahri lewat siaran pers di Jakarta, Ahad (3/3/2024).
Baca: Kaskostrad Mayjen Farid Maruf Ziarah ke Makam Jenderal Besar Soeharto
Adanya ambang batas, baik untuk parlemen atau pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen hanya akan membatasi hak-hak rakyat dalam memilih wakilnya. Fahri menyebut, suara rakyat haruslah menjadi yang paling diperhatikan dalam setiap pemilu.
"Kalau kita membaca substansi dari argumen MK, tentang kedaulatan rakyat, maka seluruh proses demokrasi dan pemilu itu intinya adalah kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, segala jenis pembatasan yang menyebabkan lahirnya perantara antara kekuasaan dengan rakyat itu harus dihentikan," ujar eks wakil ketua DPR tersebut.
Di samping itu, menurut Fahri, ambang batas justru membuat pilihan rakyat dan orang yang terpilih jadi berbeda. Tidak heran jika masih ada anggapan yang menyebut para wakil rakyat sebenarnya bukan betul-betul mewakili rakyat, melainkan masing-masing partainya.
Baca: Jenderal Andika Perkasa Kini Besanan dengan Mantan KSAU
"Padahal seharusnya wakil rakyat adalah wakil langsung daripada rakyat. Karena pada dasarnya rakyat itu memilih orang, kemenangan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak," ujar mantan politikus PKS tersebut.
Adapun dalam argumentasi MK, penerapan ambang batas parlemen harus sesuai dengan lima prinsip. Pertama, ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Kedua adalah perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentasenya. Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam mewujudkan penyederhanaan partai politik.
Keempat, perubahan harus telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029. Terakhir, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu.
Threshold distorsi hak rakyat...