REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan air minum menjadi penyumbang terbesar pencemaran lingkungan di Indonesia selama tiga tahun berturut-turut hingga 2023. Hasil penelitian Sungai Watch menemukan, lebih 537 ribu item sampah produk kemasan bermerek, mencakup saset, botol plastik, plastik keras, gelas sekali pakai, kaleng dan gelas kaca, yang dikumpulkan relawan organisasi nirlaba tersebut.
Lokasinya di perairan sungai dan laut di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur, sepanjang 2023. "Pencemar nomer wahid di Indonesia selama tiga tahun bertutur-turut," kata pendiri Sungai Watch, Gary Bencheghib, merujuk pada sosok perusahaan multinasional dalam siaran pers di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Dalam sebuah video ungguhan di media sosial Instagram awal pekan ini, Gary menggambarkan sampah dalam bentuk botol maupun gelas air mineral tersebar di mana-mana. "Kami menemukan sampah di perairan sungai, di seluruh sisi pantai, di kawasan hutan bakau," katanya.
Dalam sebuah presentasi digital bertajuk 'Sungai Watch: Laporan Dampak 2023', lembaga tersebut merinci total sampah pabrikan mencapai 39.118 item atau sekitar tujuh persen dari total sampel. Sebagian sampah tersebut berupa plastik air minum gelas sekali pakai (seperempat total sampah plastik gelas) dan sisanya adalah botol air minum kemasan (13 persen dari total sampah plastik botol air minum).
"(Perusahaan harus) bertanggung jawab atas kemasan gelas plastik air minum ini, dan juga air mineral dalam kemasan botol," ucap Gary.
Menurut laporan, audit sampah korporasi yang telah berjalan rutin sejak 2021 antara lain bertujuan lebih memahami problem sampah di perairan sungai di Bali dan banyak daerah lainnya. "Kami terus memilah sampah yang kami kumpulkan dari sungai-sungai di Indonesia dengan teliti sehingga kami bisa mengidentifikasi dan meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan yang merupakan penyumbang terbesar terhadap pencemaran sungai," kata Gary
Sungai Watch juga mempelopori gerakan bersih-bersih sampah plastik di sungai dan pantai dengan memasang jejaring sampah di ratusan lokasi di Bali dan menyusul di Kabupaten Banyuwangi. Pemasangan jejaring sampah itu bertujuan menahan sampah hanyut ke laut sekaligus memberi waktu bagi relawan lembaga untuk mengumpulkan dan menganalisisnya.
Adapun temuan Sungai Watch tersebut bermiripan dengan hasil riset Net Zero Waste Management Consortium, atas sampah produk konsumen di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bali dan Samarinda. Dirilis pada 23 November 2023, riset Net Zero menyebut sampah kemasan air minum, yang paling membebani tempat penampungan sampah di berbagai kota, selain sampah plastik kresek dan kemasan saset berbagai merk.
"Sampah kemasan produk konsumen ukuran kecil memang selalu jadi masalah terbesar di setiap TPA," kata lead researcher Net Zero, Ahmad Syafrudin.