Senin 12 Feb 2024 16:15 WIB

Variabel Agama Dinilai Mampu Jadi Faktor Pengaruhi Rasionalitas Pemilih

Faktor rasionalitas tidak terlalu berpengaruh kuat ketika ada variabel agama.

Mahasiswi Universitas Surabaya (Ubaya) Program Kekhususan Digital Media Technology Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Michelle Angelina membuat karya dari ratusan rubik bertuliskan Gen Z Anti Golput di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/2/2024). Karya yang dipamerkan di Ubaya tersebut bertujuan untuk mengingatkan masyarakat khususnya pada generasi muda agar menggunakan hak pilih atau tidak golput pada Pemilu 2024.
Foto:

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah menetapkan haram hukumnya bagi umat Islam yang memilih golongan putih atau golput saat pemilu. Terkait fatwa tersebut, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mengurus negara hukumnya wajib.

"Memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mampu mengurusi urusan kemasyarakat, kebangsaan dan kenegaraan hukumnya wajib," ujar Prof Niam saat dihubungi Republika, Senin (12/2/2024). 

Dalam sistem politik Indonesia, menurut Prof Niam, setiap warga negara diberi hak untuk memilih. Hak tersebut harus digunakan secara baik dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kepemimpinan publik yang baik.

Karena itu, tambah dia, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya alias Golput pada Pemilu, hukumnya haram. "Dengan demikian, tidak menggunakan hak untuk memilih pemimpin yang memunuhi syarat kepemimpinan yang baik, atau menggunakan hak dengan memilih pemimpin yang tidak layak, hukumnya haram," kata Prof Niam.

Sebelumnya, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis juga telah menjelaskan bahwa MUI telah menetapkan hukum haram bagi masyarakat yang memilih golput. Karena itu, dia pun mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. 

Fatwa haram golput tersebut merujuk pada fatwa yang pernah dikeluarkan MUI sebelumnya terkait kewajiban memilih pemimpin. Dalam fatwa yang dikeluarkan pada Ijtima Ulama II se-Indonesia pada 2009 itu ditegaskan bahwa memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah (kepemimpinan) dan imarah (pemerintahan) dalam kehidupan bersama. 

Kiai Cholil menjelaskan, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya disebut tidak bertanggung jawab terhadap jalannya bangsa ini. Oleh karena itu, dia secara tegas mengajak masyarakat untuk tidak golput.

Kiai Cholil meminta masyarakat untuk memilih satu dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju pada Pilpres 2024. Jika masyarakat tidak memilih salah satu dari calon presiden, maka Indonesia bisa kacau.

Menurut Kiai Cholil, setiap warga negara yang sudah memiliki hak pilih mempunyai tanggung jawab untuk mencoblos siapa yang akan memimpin Indonesia ke depan. Oleh karena itu, dia mengingatkan, agar masyarakat tidak memilih ketiga calon presiden dan wakil presiden sekaligus, karena suaranya tidak sah.

Dengan begitu, Kiai Cholil berharap masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya untuk mencari sosok yang dirasa ideal untuk memimpin Indonesia ke depan.

"Jadi pemimpin adalah cermin dari masyarakat. Oleh karena itu, apapun alasannya tidak boleh tidak memilih di pemilu yang akan datang (Pemilu 2024). Jadi harus memilih," ujar Kiai Cholil dinukil dari laman MUI Digital, Senin (12/2/2024).

photo
Komik Si Calus : Baliho - (Daan Yahya/Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement