Kamis 08 Feb 2024 22:37 WIB

Kejagung Ungkap Modus di Kasus dengan Kerugian Negara Melebihi Korupsi ASABRI

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tiga tersangka awal.

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Andri Saubani
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan tiga tersangka awalan dalam pengusutan korupsi timah PT Timah di Provinsi Bangka Belitung. Tiga tersangka tersebut, adalah Tamron alias Aon (TN), dan Achmad Albani (AA), serta Toni Tamsil (TT). Ketiganya sampai saat ini masih dalam penahanan. Lalu bagaimana sebenarnya konstruksi, maupun modus korupsi dalam kasus terkait bijih timah ini?

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi menerangkan gambaran umum konstruksi, dan modus korupsi ini terkait dengan eksplorasi pertambangan, dan pemurnian bijih timah oleh pihak-pihak swasta yang saling terafiliasi. Namun dalam kegiatan tersebut dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah. Celakanya, PT Timah sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membeli hasil dari penambangan, dan produk timah dari pihak-pihak swasta tersebut.

Baca Juga

“Untuk melegalkan bijih timah yang diperoleh secara ilegal tersebut, PT Timah Tbk mengeluarkan SPK (surat perintah kerja) yang seolah-olah di antara CV-CV (pihak penambangan swasta) ada pekerjaan pemborongan dalam pemurnian mineral bijih timah,” kata Kuntadi, di Jakarta, Kamis (8/2/2024).

Kuntadi belum membeberkan berapa cakupan luas IUP PT Timah yang digarap oleh pihak-pihak penambangan swasta secara ilegal tersebut. Pun tim penyidiknya masih melakukan penghitungan besaran produksi bijih timah hasil dari penambangan ilegal di wilayah PT Timah yang dibeli kembali oleh PT Timah.

Namun Kuntadi memastikan, dalam kasus ini, kegiatan tersebut terjadi rentang periode 2018-2023. “Akibat dari kegiatan dan perbuatan tersebut negara mengalami kerugian yang sangat besar sejak 2018,” kata Kuntadi.

Kejaksaan, kata Kuntadi, menggandeng auditor dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan semua penghitungan kerugian negara. Tetapi, bukan cuma menghitung kerugian keuangan negara, melainkan juga penghitungan kerugian perekonomian negara.

“Karena kita melihat juga, dari kegiatan tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan yang sangat parah,” begitu sambung Kuntadi.

Adalah TN dan AA menjadi tersangka utama dari pihak swasta dalam penyidikan awal kasus ini. Tersangka TN, Kuntadi menerangkan adalah selaku pemilik manfaat atau benefit official ownership dari CV VIP, dan PT MCM.

Sedangkan, tersangka AA adalah manager operasional pertambangan CV VIP. Pada 2018, TN ada melakukan permufakatan berupa kerjasama dengan sejumlah pihak dan penyelenggara di PT Timah. Yaitu berupa eksplorasi pertambangan, serta pengumpulan bijih timah oleh CV VIP untuk penambahan produksi PT Timah. TN lalu memerintahkan AA untuk memenuhi eksplorasi untuk kebutuhan PT Timah tersebut.

TN dan AA, juga membentuk tiga CV lainnya untuk merealisasikan kesepakatan dengan PT Timah. Yaitu CV SPP, CV JP, dan CV MD. Dalam realisasinya, TN dan AA dengan CV-CV yang dbentuk tersebut, melakukan eksplorasi dan memperoleh bijih timah dari lokasi milik PT Timah. Dan dijual kembali kepada PT Timah.

“Selanjutnya dalam pengumpulan bijih timah tersebut, diperoleh dari bijih timah yang diambil secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk melalui CV-CV yang dibentuk secara boneka,” kata Kuntadi. 

Atas perbuatan tersebut, tersangka TN dan AA dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Adapun tersangka TT, disebutkan adalah kerabat keluarga dari TN. TT sebetulnya dijerat tersangka di luar perkara pokok kasus ini.

Penyidik Jampidsus menjeratnya dengan sangkaan Pasal 21 UU Tipikor terkait perintangan penyidikan, atau obstruction of justice. Menurut Kuntadi, TT adalah tersangka yang melakukan pengadangan, penutupan, penguncian, bahkan upaya penyerangan terhadap penyidik kejaksaan yang akan melakukan penggeledahan dan penyitaan aset-aset di sejumlah lokasi pertambangan, serta properti milik tersangka TN, dan AA.

Jampidsus Febrie Adriansyah pernah mengungkapkan, dari estimasi sementara tim penyidikannya, nilai kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai triliunan rupiah. Meskipun belum menyebutkan besaran angka kerugian negara, akan tetapi kata dia mengungkapkan, besaran kerugian negara dalam kasus timah itu, lebih tinggi dari angka kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT ASABRI. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement