Senin 15 Jan 2024 06:15 WIB
50 Tahun Malari

50 Tahun Malari, Gedung Astra Dibakar dan Om William Naik Ambulans ke Sunter

Presiden Soeharto sampai menjelaskan keluarganya tak punya saham Jepang.

Gedung Astra
Foto:

William tengah berada di bandara Halim untuk menjem-put seorang akuntan dari Belanda ketika peristiwa yang dikenal dengan sebutan Malari (Malapetaka 15 Januari) itu terjadi. Ke-rusuhan yang menggosongkan Jakarta membuatnya susah keluar dari lapangan udara. Menimbang bahaya yang muncul dan me-nyiasati keadaan, sebuah ambulans dikirim untuk menjemput-nya. Menembus amarah dan asap yang mengepul, akhirnya William pun sampai ke kantor yang sudah porak poranda. Tapi dia tak lama di Juanda. Sore harinya, dia telah muncul di pabrik Federal Motor di Sunter. Ketika dia datang, karyawannya tengah terburu-buru memasukkan sepeda motor di lapangan ke dalam pabrik. 

"Oom datang sendiri dengan jeep tuanya. Itu hebatnya Oom. Padahal dia bisa saja duduk-duduk di Juanda dan berdoa pada Tuhan," kenang Danny Walla yang saat itu bertugas di Federal Motor.

Dia memang khawatir fasilitas pabrik dan sepeda motor dibakar massa. Tapi sesungguhnya dia lebih mengkhawatirkan nasib karyawannya bila tempat mereka bekerja luluh lantak.

"Ayo, cepet beresin," kata William begitu mematikan mesin dan menjejak tanah. Kedua tangannya segera membantu mendo-rong semua sepeda motor yang bergeletakan di lapangan. Itu adalah stok sepeda motor yang belum dirangkai seutuhnya. Ber-sama karyawannya, dia menjejal-jejalkannya di pabrik, yang menjadi tempat perakitan. "Kalau sudah masuk ke dalam, terus ada masa-lah, ya sudah, kita berserah pada Tuhan," ujarnya. Setelah itu, dia cepat-cepat kembali ke Juanda 22 sebelum jam malam diberlakukan.

“Oom William mencoba make the best. Kami coba jangan sampai dihancurkan semuanya. Bagaimana pun kebetulan kami banyak produk dari Jepang. Kami dianggap antek Jepang. Waktu itu situasinya politis," Lapian mengenang. 

Asisten pribadi yang biasanya mendampingi William pergi ke mana-mana, hari itu berjaga di Juanda 22. Selasa itu Jakarta seperti kota mati. Hingga malam, sirene ambulans terus meraung bolak-balik dari berbagai lokasi keRumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hingga pukul 20.00, letusan tembakan sesekali masih terdengar, terutama di sekitar Salemba dan Pasar Senen. Secara resmi, jam malam diumumkanberlaku sejak pukul 18.00 hingga 6.00 pagi. Tapi massa masih me-madati jalan sepanjang Matraman, Salemba, dan Kramat Raya. 

Selasa malam itu, bersama beberapa anggota direksi, William menginap di Juanda. "Tidak ada makanan. Tidurnya ada yang di lantai, ada juga yang di meja," kenang Lapian yang turut men-dampingi bosnya di tengah malam petaka itu di tengah kantor yang hancur, di depan jalan yang sudah dihiasi mobil dan sepedamotor yang sudah tak berbentuk lantaran hangus terbakar. Sebelumnya, beberapa karyawan sudah dipulangkan. Ire,Sofie dan beberapa karyawan diangkut mobil militer. Kebetulan, ayah Ire adalah angota TNI. Karyawan yang lainnya diangkut truk Chevrolet. "Tulisan Astra di mobil itu kami tutup supaya tidak dirusak massa," ungkap Maruli Gultom, staf mekanik Honda yang saat itu berada di Juanda. Di ruas Jl. Gatot Subroto, sempat adayang mengenali mobil ini dan nyaris muncul insiden. "Eh, itu mobil Astra tuh, bakar, bakaaar!" teriak salah seorang demonstran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement